Share

BONDOWOSO – Sejak dibentuknya klaster, produk kopi Bondowoso mampu menempatkan diri di segmen specialty market dengan harga yang cukup tinggi. Namun untuk bisa mendapatkan nilai tambah dari hasil panen kopi, petani harus terus melakukan inovasi.

Yusriadi, Ketua Asosiasi Petani Kopi Indonesia (Apeki) Bondowoso, kualitas dari produk kopi Bondowoso atau yang memiliki nama indikasi geografis (IG) Arabika Java Ijen Raung, dikenal cukup bagus. Bahkan menurutnya sebagai salah satu yang terbaik di Indonesia.

“Kopi Arabika Bondowoso terbukti mampu menempatkan posisinya di segmen specialty market dengan harga yang premium. Harga green beans saja sudah tembus Rp 80-90 ribu per kilogram,” ungkapnya.

Kendati sudah dipatok cukup tinggi, namun petani akan memiliki nilai tambah jika memberikan sentuhan inovasi dari hasil panennya. Petani menurutnya jangan berkutat pada sektor hulu saja.

“Petani kopi harus membidik sektor hilir untuk mendapatkan nilai tambah. Karena tren saat ini permintaan kopi bubuk makin meningkat.”

Dengan bermain di hilir, atau menjual bubuk, maka tentu petani akan mendapatkan nilai tambah yang cukup tinggi. Peluangnya cukup terbuka lebar. Karena menurutnya, tingginya permintaan bubuk bukan hanya dari luar daerah. Tapi juga dari Bondowoso sendiri. “Permintaan pasar terus meningkat dan harga terus melambung antara Rp 200-300 ribu per kilogram.”

Sejauh ini, pihaknya cukup getol mengajak petani untuk mulai menyentuh sektor hilir. Namun dia juga berharap agar stakeholder lain juga aktif untuk mendorong agar petani mimiliki nilai tambah dari hasil produksinya.

Seperti diketahui, sejak adanya klaster kopi pada 2011, kualitas kopi arabika Bondowoso semakin diakui pasar. Klaster ini merupakan kerjasama enam pihak, yaitu Bank Indonesia, Pemkab Bondowoso, Perhutani, Apeki, Puslit Koka dan Eksporter. (esb)