Share

BONDOWOSO – Arif tak menampik bahwa penurunan angka stunting di Bondowoso memang tak signifikan. Salah satu penyebabnya, karena masih kurangnya pemahaman orang tua tentang balita sehat.

Selama ini yang terjadi, banyak orang tua berpikir balita sehat itu gemuk. Tanpa memperhatikan tentang tinggi badan. Padahal, stunting itu tinggi badannya tak sesuai dengan umurnya.

“Kadang persepsi di masyarakat itu, bayi atau anak itu sehat kalau badannya itu gemuk. Tapi tidak memperhatikan masalah tinggi badan,” kata Arif.

Karena itulah, penting dipahamkan lagi bahwa sehat itu bukan hanya badannya gemuk. Tapi harus seimbang berat badan dan tinggi badannya yang juga harus sesuai dengan usia

Tentu dengan memperhatikan gizi makanan yang seimbang.

“Petugas kesehatan yang ada di Puskesmas selaku memberikan penyuluhan tentang masalah gizi,” katanya.

Ia pun menerangkan persepsi ini tak hanya terjadi di kawasan pedesaan saja. Melainkan juga di perkotaan.

Hal itu dengan melihat sebaran kasus stunting yang terjadi. Data di Dinas Kesehatan, kasus stunting tertinggi secara berurutan yakni pertama Kecamatan Sempol sebesar 23 persen.

Baca Juga : Meski Kasus Stunting Menurun, Bondowoso Masih Terbanyak ke 3 di Jatim

Kemudian Kecamatan Cermee sebanyak 19,34 persen, dan di kawasan Puskesmas Kotakulon ada 19,23 persen.

“Hampir merata, (kasus stunting, red),” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Kasus stunting di Bondowoso kembali menjadi yang terbanyak nomer tiga se Provinsi Jawa Timur. Setelah Kabupaten Madura dan Sampang.

Data ini berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI di tahun 2021. Yakni dalam Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).

Tercatat dari hasil SSGI tersebut, jumlahnya mencapai 37 persen dari total jumlah balita yang turut disurvey. Dimana, balita yang disurvey ada di 23 blok, dengan masing-masing blok berjumlah 10 balita.(och)