
Tarik Biaya Diklat, PGRI Jatim Terangkan Aturan yang Dilanggar Disdik Bondowoso
- 19 May 2022
- 0
BONDOWOSO – Diklat peningkatan kapasitas guru dan calon kepala sekolah yang diselenggarakan Dinas Pendidikan (Disdik) Bondowoso menuai polemik. Persoalan muncul setelah diketahui jika setiap peserta diminta membayar sebesar Rp 2,75 juta.
Sorotan datang dari Aktivis Pendidikan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Jawa Timur, Ilham Wahyudi. Menurutnya, Disdik Bondowoso tidak tau aturan hukum. Lebih-lebih penarikan itu rawan praktek pungutan liar.
“Kalau penarikan ini terjadi jelas ini terindikasi ada unsur pungli. Ini sangat tidak dibenarkan jika penyelenggaranya dinas pendidikan. Berarti dinas pendidikan tidak tahu aturan hukum,” kata dia, Rabu (18/5/2022).
Pihaknya menilai Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso melanggar sejumlah undang-undang dan aturan.
Yakni diantaranya Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 40 ayat (1), di sana dijelaskan bahwa ada lima hak guru yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
“Salah satunya yaitu pembinaan karir, sesuai dengan tuntutan pengembangan keprofesian. Jadi tuntutan karir, dimana seorang guru jadi seorang kepala sekolah adalah hak guru,” paparnya.
Menurutnya, kepala sekolah memang harus lulus diklat. “Tetapi bukan guru yang harus dibebankan,” paparnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Baca Juga : Indonesia Tuan Rumah AEM Special Meeting di Bali, Mendag Lutfi: Targetnya Pengembangan Ekonomi Kawasan
Kemudian dia membeberkan Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, pasal 14 ayat (1), disebutkan bahwa guru itu berhak memperoleh kesempatan dalam meningkatkan kompetensi, memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi.
“Ini sudah jelas dalam undang-undang ini. Undang-undang ini posisinya lebih dari peraturan pemerintah,” bebernya.
Ia juga mengungkapkan aturan di bawahnya, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan nomor 40 Tahun 2021 pasal 3 ayat (1), disebutkan bahwa mikanisme guru sebagai kepala sekolah dilakukan oleh pejabat pembina kepegawaian untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
“Jika ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan, maka daerah yang harus bertanggung jawab. Termasuk pembiayaannya,” paparnya.
Dia juga memaparkan, tidak ada satupun dasar hukum bahwa peserta diklat pengembangan kapasitas guru dan calon kepala sekolah harus membayar biaya sendiri.
“Lalu apa artinya APBD ini. Pemerintah boleh mengandeng LPMP atau Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. Tetapi biaya yang mengeluarkan harus daerah,” jelas dia.
Menurutnya, diklat peningkatan kapasitas merupakan hak guru yang berdasarkan undang-undang. Sehingga kejadian di Bondowoso dinilai melanggar hukum.
“Harus dikembalikan uang-uang mereka. Mereka bekerja meningkatkan pendidikan, dan ini juga untuk kepentingan negara dan kepentingan kabupaten,” tegas dia.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso, Sugiono Eksantoso memang mengakui penarikan biaya itu tidak ada dasar hukum.
Namun kata dia, jika tidak ditarik bayaran maka diklat tersebut tidak bisa berjalan. “Gak ada dasar hukumnya. Cuma kalau tidak ada yang mendanai siapa yang mau mendanai?” kata Sugiono.
Sekedar informasi, diklat peningkatan kapasitas guru dan calon kepala sekolah di Bondowoso tersebut diselenggarakan pada Tanggal 18 April 2022 di Hotel Ijen View. (abr)