Soal Figur Ideal Dalam Pilkada Bondowoso, Golkar Ikut Ulama NU
- 23 July 2017
- 0
BONDOWOSO – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Golkar menyatakan mendengarkan dan mengikuti petuah ulama NU dalam pilkada 2018. Sikap tersebut diambil sebagai bentuk kepasrahan kepada Jam’iyah NU. Khususnya dalam menilai sosok pemimpin yang ideal untuk menahkodai Bondowoso.
“Selaku Ketua DPD Golkar, saya akan tetap akan mendengarkan petuah kyai sepuh di Bondowoso dalam menentukan calon Bupati dan Wakil Bupati dari Golkar. Golkar berkeyakinan bahwa ijtihad para ulama Nahdiyin lebih tajam dalam menentukan sosok pemimpin yang ideal bagi masyarakat Bondowoso,” ungkap Ketua DPD Golkar Supriadi, ketika bersilaturahmi ke kediaman Ketua PCNU Bondowoso KH Qodir Syam, Cermee.
Supriadi mengaku siap menerima segala konsekuensi atas sikap yang telah diambil. Kalau pun Ulama menilai tidak ada sosok pemimpin yang pantas dari partai Golkar, Ia tetap akan menerimanya sebagai kritik membagun. Pun sebaliknya, DPD Golkar sangat berterimakasih, jika Ulama NU merestui ada sosok pemimpin dari partai bersimbol pohon wringin itu mewarnai pilkada nanti.
“Kami siap menerima apa pun yang menjadi keputusan Kiai. Ada atau tidaknya pemimpin yang layak. Jika Kiai memberikan restu, tentu menjadi dasar kami untuk melewati pilkada nanti dengan sungguh-sungguh,” papar Supriadi.
Baca Juga : Pesan Bupati Amin Kepada JCH: Siapkan Mental dan Fisik
Saat dikonfirmasi, Kiai Qodir mengungkapkan bahwa dirinya merasa bahagia atas upaya permohonan restu yang dilakukan DPD Golkar. Di mata Kiai Qodir, etika tersebut sudah benar. Karena datang meminta restu adalah bagian dari tradisi warga nahdliyin selama ini. Karenya Kiai Qodir berharap, Golkar mengusung calon di Pilkada 2018 nanti.
“Kami sangat senang ada pamit dari temen-temen Golkar. Saya harap Golkar bisa berproses secara politik, apalagi nanti akhirnya bisa diusung oleh Ulama,” paparnya Kepada Memo Indonesia.
Sementara Sekretaris DPD Golkar, Adi Kriesna menilai bahwa, sosok Kiai menjadi penting sebagai pendukung di garis belakang. Artinya, tidak menjadi tim sukses atau juru kampanye calon tertentu. Keterlibatan Kiai dalam politik ialah memberikan restu kepada calon yang datang memohon restu ke pesantren.
“Hal itu menunjukan bahwa keragaman atau kompleksitas Kiai dalam berpolitik tidaklah tunggal. Artinya, Kiai tidak hanya menjadi tokoh atau panutan dalam hal agama saja, melainkan mempunyai peran yang cukup signifikan dalam perkembangan demokratisasi di Indonesia,” tukas ketua Komisi II DPRD itu. (abr)