Seratusan Mahasiswa dari 46 Universitas Ikuti Kemah Tani di Bondowoso
- 15 November 2018
- 0
BONDOWOSO– Forum Komunikasi Mahasiswa Agroteknologi dan Agroekoteknologi Indonesia (Formatani) menilai bahwa saat ini sudah sangat jarang anak muda yang mau berprofesi sebagai petani.
Muhammad Sholehuddin, Sekertaris Jenderal Formatani Nasional, di tengah-tengah acara Kemah Tani yang diselenggarakan oleh Unej, di Aula BLK, Kamis (15/11), mengatakan, sebenarnya permasalahan utamanya adalah gengsi. Karena pertanian secara kasat mata dinilai bukan bidang yang seksi. Mengingat, berurusan dengan tanah, penyakit tanaman, serangga dan lain-lain. Sedangkan saat ini yang digembar-gemborkan adalah teknologi, modernisasi. Sehingga, banyak pemuda yang lebih memilih ke tekhnik.
” Padahal sebenarnya, di sisi lain, sebagus apapun teknologi kita, kalau kita nggak makan, nggak akan hidup. Bung Karno pun bicara bahwa masalah pangan adalah masalah hidup dan mati suatu bangsa,” kata pemuda yang juga mahasiswa Unej itu.
Lebih jauh, Ia menerangkan, bahwa dengan fakta pangan itu tetap penting, maka Formatani merangkul 140an mahasiswa pertanian dari berbagai wilayah nusantara mengikuti Kemah Tani ini. Mereka berasal dari 46 universitas. Seperti diantaranya yakni dari Aceh (Universitas Mahlikussaleh), Kalimantan (Universitas Kapuas Sintang), Universitas Tanjungpura Pontianak, Bali (Universitas Udayana) , NTB (Universitas Mataram), Unej, Unmuh Jember juga, dan universitas lainnya.
“Kita ingin merangkul mereka yang satu pemikiran dengan kita. Ujungnya, Memberikan kontribusi secara nyata kepada petani di Seluruh Indonesia,” ungkap Sholehuddin.
Adapun mulai 13 – 18 November 2018, para mahasiswa tani itu diajari tentang personal dan organisasi branding, dan program-program yang bisa dilakukan mahasiswa untuk memajukan pertanian di Indonesia.
Di samping itu, rencananya pada Sabtu (17/11), ratusan mahasiswa itu akan belajar tentang pengelolaan kopi di Kebun Kalisat, Jampit, Kecamatan Ijen. Mulai dari proses tanam hingga kopi siap minum.
“Setelah mengikuti kemah tani ini, setiap mahasiswa diharapkan juga bisa membina desa di universitas masing-masing,” tuturnya.
Ditanya mengapa memilih Bondowoao sebagai lokasi Kemah Tani, Sholehuddin, mengatakan, bahwa sebenarnya permasalahan pertanian yang seksi adalah kopi. Bagaimana budidayanya, ciri khas kopi di daerah masing-masing, bagaimana proses meracik kopi. Kebetulan di Bondowoso program utama dari pemda adalah BRK.
“Karena pas sama-sama kopi, jadi sekaligus kita pengkaderan dan belajar kopi,” pungkasnya. (Och)