Share

JEMBER – Berbagai upaya untuk menyukseskan anak didik dalam menghadapi Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) oleh pihak sekolah. Salah satunya dengan mengarantinakan siswa kelas akhir. Seperti yang diselenggarakan oleh salah satu sekolah di Jember ini.

Ujian nasional tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sedang berlangsung, hari ini (18/4/2017) memasuki hari kedua proses pelaksanaan USBN.

Di balik pelaksanaan program tahunan pemerintah di bidang pendidikan tersebut, selalu ada cerita menarik yang menggambarkan persiapan sekolah dan siswanya untuk menghadapi ujian nasional.

Seperti yang terjadi di SMP Plus Darussalam, Tisnogambar, Bangsalsari, Jember. Pihak sekolah memiliki terobosan bagi murid kelas akhirnya untuk pindah rumah sementara ke sekolah.

Helmie Hamdany, Wakil Kepala Urusan Kesiswaan sekolah mengatakan bahwa inisiasi karantina untuk murid-muridnya merupakan kegiatan penggemblengan yang ekstra.

“Karantina ini bertujuan untuk mematangkan kemampuan dan mentalitas siswa dalam menghadapi ujian, baik secara dhohir dan batin,” kata guru yang akrab disapa Dani itu.

Sebagai final dari pencapaian pendidikan selama tiga tahun di jenjang SMP ini, Dani menjelaskan bahwa karantina yang diluncurkan oleh lembaganya adalah bentuk usaha dalam menjaga sakralitas pelaksanaan ujian.

Ujian nasional yang diadakan secara serentak dalam setiap tahunnya tidak bisa dinilai sebagai ajang rutinan formalitas belaka. “kami harus benar-benar mempersiapkan segala sesuatunya sematang mungkin, baik pihak sekolah dan murid yang ada, karena mereka yang akan melaksanakan ujian nasional,” ujarnya.

Selama berlangsungnya proses karantina tersebut, terdapat 33 murid kelas akhir yang tidak dipulangkan. “Hanya ada dua dari keseluruhan yang tidak mengikuti karantina. Mereka berhalangan.”

Dani menerangkan bahwa karantina yang diperuntukkan siswanya terdiri dari berbagai macam kegiatan. Agenda program karantina di sekolah itu setiap harinya berkaitan dengan keilmuan dan mentalitas. Di segi keilmuan, setiap sorenya terdapat les yang menjurus kepada materi ujian nasional.

Selain itu juga terdapat latihan-latihan soal ujian dan kegiatan pendampingan lainnya di malam hari. Guru yang mengampu para murid tidak lain adalah guru mata pelajaran dari lembaga tersebut.

“Jadi para guru mapel (mata pelajaran) di sekolah, khususnya yang diujikan nanti, mereka akan kembali mengajar di sore hari untuk murid-murid. Ini benar-benar bentuk keseriusan kami dalam mendidik,” terangnya kepada Memo Indonesia.

Tidak hanya berpatok kepada guru, pada kegiatan pendampingan malam, pihak sekolah juga memberdayakan para murid kelas akhir yang sebaya untuk mentoring. “Mereka akan belajar bersama, jadi sebagian yang lebih mumpuni di salah satu bidang akan menjadi mentor,” tambah Dani.

Dani yang juga merangkap sebagai Dewan Asatidz di yayasan sekolah tersebut menambahkan bahwa terdapat beragam kegiatan untuk mendukung kesiapan mental peserta didiknya.

Beberapa di antaranya adalah kewajiban sholat berjamaah lima waktu, sholat tahajjud dan istighosah. Setiap paginya, siswa Kelas IX juga mendapatkan tausiyah (ceramah agama) dari guru yang bertugas. “Semua kesiapan kami lakukan semaksimal mungkin agar hasilnya sepadan, entah itu terkait intelektualitas maupun spritualitas,” paparnya.

SMP Plus Darussalam sendiri merupakan sekolah dibawah naungan sebuah yayasan, Yayasan Pendidikan Pesantren Darussalam Al-Faozi. Sekalipun basisnya adalah pesantren, namun tidak sedikit siswa yang bersekolah di sana yang datangnya dari luar. “Kebanyakan nyolok, tidak semua mondok dan nyantri di sini,” kata Dani.

Fasilitas yang kurang memadai menjadi kendala, Dani menggambarkan kondisi pesantren yang sedang dalam tahap pembangunan tersebut sering kali mendapat keluhan dari siswa terkait kamar mandi dan tempat tidur.

Dia juga menambahkan persoalan keamanan yang harus dimaksimalkan oleh pengurus pesantren dan guru di sekolah. “Santrinya saja lumayan banyak, ditambah siswa yang karantina, otomatis membludak dan membuat kami sedikit kewalahan.”

Kendati demikian, Dani tetap mengapresiasi bentuk usaha adaptasi para muridnya yang menjadi santri dan mondok dadakan tersebut. “Dengan proses karantina yang telah dimulai beberapa waktu lalau pra-ujian, mereka akhirnya bisa beradaptasi dengan suasana yang relative baru, khususnya bagi yang tidak mondok,” kata Dani.

Dia menilai bahwa proses karantina yang terlaksanakan itu banyak menuai nilai-nilai positif, terlebih bagi pembelajaran terkait kemandirian dan persiapan ujian nasional. (hus/esb)