Share

BONDOWOSO – Ribuan warga kecamatan Cermee, ramai-ramai nyo’on nampan dengan melewati jalan sepanjang sekitar 1 kilometer. Ini dilakukan sebagai bagian dari Selametan Gugur Gunung tahun 2017 yang dipusatkan di Pesarean Raden Imam Asyari, desa Ramban Kulon, Senin (6/11).

Selamatan gugur gunung ini dilaksanakan sekaligus untuk penobatan desa Ramban Kulon sebagai desa Budaya.

Pantauan di lapangan, warga desa yang nyo’on nampan itu mayoritas dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga. Setiap nampan yang dibawa berisi nasi dan lauk serta jajanan. Kemudian di akhir acara setiap warga saling tukar menukar nampan yang dibawa, untuk kemudian dimakan bersama. Sebelum itu juga dilakukan do’a bersama yang dipimpin oleh tokoh agama setempat.

Andre Mustofa Ketua Panitia Kegiatan, menjelaskan selametan gugur gunung ini merupakan tradisi yang sudah dilaksanakan turun menurun selama berabad-abad. Selametan ini pertama kali dilakukan saat Raden Imam Asy’ari dari Kerajaan Demak dan Sayyid Abu Hasan dari Kerajaan Samudra Pasai, Aceh, datang ke wilayah Ramban Kulon untuk menyebarkan agama Islam.

Menurutnya, dalam selametan gugur gunung tahun ini dipastikan lebih meriah, karena jumlah desa yang ikut serta bertambah menjadi empat. Di antaranya, desa Ramban Kulon, Ramban Wetan, Pelalangan, serta Grujugan.

 

Baca Juga : Warga Cermee Gelar Tasyakuran, PUPR Dapat Pujian

 

Sebelumnya, kata Andre, juga telah dilaksanakan festival ngider desa. Yakni ngider (berkeliling) sembari memainkan alat musik dan bershalawat. Sebenarnya, setiap Kamis malam legi dilakukan ngider desa oleh warga setempat. Ngider ini dilakukan untuk berdoa akan keselamatan desa.

Sementara itu, Bupati Amin Said Husni yang hadir membuka acara tersebut mengatakan tradisi Selametan gugur gunung memiliki makna, ajaran, serta nilai yang luhur. Gugur gunung sendiri dalam tradisi jawa memiliki makna gotong royong.
“Gugur artinya jatuh, runtuh. Kemudian gunung itu artinya sesuatu yang besar. Jadi masyarakat jawa itu punya tradisi untuk meruntuhkan sesuatu yang besar. Jadi masyarakat Jawa itu punya tradisi untuk meruntuhkan sesuatu yang besar,” paparnya.

Ia menjelaskan selamatan yang dilaksanakan setiap tahunnya, semula dimaksudkan untuk melaksanakaan kegiatan bersama-sama dalam rangka memohon keselamatan, perlindungan dan bantuan agar bisa menghadapi segala macam tantangan kehidupan kepada Allah SWT.

“Sekligus memohon bantuan Tuhan agr segera diberi rahmat. Apakah itu nikmat hujan, nikmat panen yang berlimpah-limpah, serta dijauhkan dari marabahaya, pancaaroba, tolak balak dan sebagainya,” paparnya.

Menurut Bupati dua periode ini, substansi dari kegiatan ini mengajak untuk hanya beribadah kepada Allah SWT yang diekspresikan dengan cara yang sudah dikenal oleh masyarakat. (och)