Share

SITUBONDO – Puluhan warga di desa Kalianget, Banyuglugur, dan Talempong di Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo menolak harga jual tanah untuk pembangunan jalan tol.

Alasannya, harga jual yang diberikan sangat kecil dibanding Kabupaten Probolinggo. Yakni, di Desa Kalianget angka tertinggi yang diberikan Rp 220ribu per meter persegi, dan untuk Kecamatan Banyuglugur angka tertingginya baru Rp 300ribu per meter persegi. Sementara di Kabupaten Probolinggo mencapai Rp 600ribu per meter persegi.

Menurut Kepala Desa Kalianget, Ahmad Faisol, dalam setiap bidang tanah yang dibatasi oleh bukit saja juga terjadi perbedaan harga. Padahal nilai produksi, dan nilai tanahnya sama.

“Itu yang kami tanyakan profesionalisme seorang appraisal. Apakah mereka sudah diuji kelayakannya oleh tim-tim atau pihak Bupati, atau pihak dewan,”ujarnya.

Disebutnya, bahwa hingga saat ini tercatat dari baru ada sekitar 35 orang di desanya yang menerima harga jual, yakni dengan membuat rekening. Adapun pemilik lahan yakni 89 orang dengan 109 bidang.

Sementara di Desa Banyuglugur ada 125 bidang dengan pemilik lahan 104 orang.

“Kalianget yang sudah buat rekening ada 35 orang, di Desa Banyuglugur itu 65 orang. Sisanya menolak,” jelasnya.

 

Baca Juga : Serahkan Operasional Pendidikan, Bupati Salwa: Jangan Dipotong

 

Menurut Ahmad Faisol, pihaknya meminta kepada Bupati agar tak perlu melangkah ke Pengadilan. Melainkan, meminta solusi agar harga tersebut jauh lebih layak dari yang sudah ditetapkan.

“Kami minta pada pihak bupati. Kalau bisa tidak usah bicara pengadilan. Karena kalau melangkah ke pengadilan kita kalah. Kita hanya butuh solusi bagaimana harga itu jauh lebih layak dari yang sudah ditetapkan,” pungkasnya.

Sementara itu, Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Situbondo H Faisol mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah desa untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat agar menegosiasi ulang terhadap hasil dari appraisal.

“Kemudian kami akan mengundang dari Badan Pertanahan. Dalam hal ini kita akan membicarakan harga tanah yang memang sangat jauh berbeda. Menurut informasi, kami belum pegang datanya,” kata Faisol.

Politisi PPP ini mengatakan, pihaknya mendorong hal itu lantaran ada sebagian masyarakat yang bisa jadi tanah yang dilalui pembangunan jalan tol itu menjadi tumpuan hidupnya.

“Jika mereka harus menjual, mereka harus mencari ganti. Atau berusaha yang lain. Akan tetapi kalau itu saja harganya murah, kemudian dia pakek tanah lain sudah tidak nutut. Tentu bagi mereka, bukan ganti untung. Ganti rugi, bahkan apes,”pungkasnya.(och)