Share

BONDOWOSO – Sebanyak 32 anggota DPRD Bondowoso meninggalkan rapat sebelum dimulainya paripurna Persetujuan Penetapan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Kabupaten Bondowoso 2022 dan Penetapan Rencana Kerja (Renja) DPRD Kabupaten Bondowoso 2022, Rabu (29/12/2021).

Adapun fraksi yang meninggalkan ruang rapat yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi PKB, dan ditambah dua anggota dewan dari Partai Demokrat yang sebelumnya menarik diri dari Fraksi PPP.

Penyebabnya, karena ketua dewan tidak hadir, dan unsur pimpinan yang lain tidak mau memimpin karena tidak ada pendelegasian.

Sementara itu, Bupati Salwa Arifin tampak sudah hadir di ruang paripurna, tetapi 32 Anggota DPRD meninggalkan ruangan sebelum rapat dimulai.

Wakil Ketua DPRD Bondowoso sekaligus Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Sinung Sudrajad mengatakan, bahwa walk out tersebut karena beberapa rentetan kebijakan yang diambil oleh Bupati Salwa Arifin.

“Jadi selama ini DPRD berusaha membantu bupati, untuk jalannya pemerintahan. Termasuk berusaha menetapkan APBD 2022,” katanya.

Namun seiring berjalannya waktu, dia menilai bupati melakukan blunder. Pertama, Pansus terkait TP2D (Tim Percepatan dan Pembangunan Daerah), yang tujuannya untuk mematuhi hasil fasilitasi Gubernur tidak dilaksanakan.

“Sekretariat kami di DPRD diobok-obok, dengan memindah Sekwan, tanpa ada koordinasi dengan pimpinan,” paparnya.

Menurutnya, ASN yang ada di lingkungan DPRD itu sifatnya diperbantukan dan pertanggungjawabannya ke pimpinan bukan ke bupati.

Baca Juga : Kapolres dan Dandim Situbondo Tinjau Pos Pam Nataru 2021

“Etikanya ketika ada mutasi terkait person di sekretariat DPRD, harusnya dikomunikasikan dan dikoordinasikan dulu,” jelasnya.

Intinya kata dia, sejauh ini tidak ada koordinasi yang baik antara eksekutif dan legislatif. Padahal roda pemerintahan itu adalah eksekutif dan legislatif.

“Hal krusial itu tidak diindahkan oleh bupati kita,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi PPP DPRD Bondowoso, Barri Sahlawi Zain mengatakan, pihaknya menyayangkan sikap pimpinan DPRD Bondowoso dan sejumlah anggota dewan yang keluar dan membatalkan paripurna setelah ada undangan resmi.

“Ini menjadi tontonan yang tidak baik. Sikap pimpinan yang seperti itu, tidak memberikan contoh juga kepada anggota,” jelasnya.

Seharusnya diumumkan kepada anggota, bahwa rapat tidak bisa dilaksanakan karena alasan yang masuk akal dan benar. Misalnya ditunda dan tidak kuorum bisa disampaikan. Tetapi tidak ada penjelasan.

“Para anggota yang keluar itu hadir, duduk dan lengkap di ruangan. Sebenarnya yang hadir melebihi kuorum. Yaitu 50 persen plus satu, 23 saja cukup. Yang hadir tadi lebih,” jelasnya.

Terlebih lagi, unsur pimpinan menyampaikan bahwa Paripurna tidak dilaksanakan karena katua DPRD tidak hadir. Kemudian tidak ada pendelegasian dari ketua DPRD untuk memimpin rapat.

“Padahal soal pimpinan rapat itu tidak harus ketua. Karena pimpinan itu kolektif kolegial. Ketika ketua berhalangan hadir maka secara otomatis dihandle wakil ketua,” paparnya.

Apalagi kata dia, Paripurna yang batal digelar tersebut sudah dianggarkan. Padahal rapat tinggal dibuka dan dilaksanakan. “Berapa uang yang dikeluarkan untuk ini,” imbuhnya.

Selain itu, katanya paripurna sudah melalui mekanisme di Badan Musyawarah (Banmus).

Menurutnya, jika mengacu PP 12 Tahun 2018, seharusnya Renja ditetapkan pada 30 September kemarin.

“Seharusnya mendahului penetapan APBD. Karena Renja DPRD itu setara dengan OPD yang lain. Tadi seharusnya ditetapkan, tetapi rapatnya tidak jadi,” pungkasnya.(och)