Share

BONDOWOSO – Keberadaan naskah kuno di Bondowoso disebut cukup banyak.

Bahkan, ada beberapa masyarakat yang menyimpan hingga belasan naskah kuno. Beberapa naskah kuno yang dimiliki disebut ditulis dengan teks pegon.

Menariknya, di beberapa lokasi disebut naskah tersebut masih dilantunkan atau dibaca oleh generasi tua.

Menurut Dosen Ilmu Perpustakaan, UIN KHAS Jember, Fiqru Mafar, naskah kuno yang ditemukan di Bondowoso sendiri ada dalam dua kategori.

Pertama yakni naskah kuno yang berisi teks-teks keagamaan, dan banyak ditemukan di beberapa wilayah Bondowoso sebelah utara, ke arah Arak-arak. Seperti Al Qur’an lama dengan tulisan tangan.

“Kemudian ada juga teks-teks kebudayaan. Misalnya seperti tadi, misalnya Mamaca, surat Nabi Yusuf dan Nubuat,” ujarnya ditemui awak media di tengah-tengah Pameran Arsip dan Sejarah (PARAS), Bondowoso, Rabu (9/11/2022) malam.

Sebagaimana dalam peraturan Undang-undang Perpustakaan nomer 43, tahun 2007. Bahwa naskah disebut kategori naskah kuno manakala tulisan tangan. Kemudian usianya minimal 50 tahun, dan berisi tentang khasanah sejarah, budaya, dan ilmu pengetahuan lokal.

Kalau yang ditemukan di Bondowoso, kata Fiqru, kebanyakan merupakan peninggalan abad 18 dan 19an. Yakni sekitar tahun 1.800an, artinya usianya mencapai ratusan tahun.

Hal itu dilihat dari bahan dasar kertas yang digunakan. Banyak dijumpai di Bondowoso naskah kunonya ditulis dengan kertas daluang – salah satu kertas tradisional asli Indonesia-, dan kertas Eropa.

Baca Juga : IDI Peringati HKN dengan Beri Layanan USG Gratis untuk Bumil Serentak di 25 Puskesmas

“Dua-duanya kita temukan disini. Kalau daluang sendiri kemungkinan, terakhir ada produksi untuk penulisan naskah pada abad 18. Kurang lebih tahun-tahun 1.700 atau 1.800 an lebih,” ujarnya.

“Kalau kertas Eropa, itu kemungkinan dari penulusuran kami, kemungkinan itu ditulis awal abad ke 19, masuk ke 20,” terangnya.

Banyaknya potensi naskah kuno, kata Fiqru, harus dirawat. Sebagaimana dalam peraturan undang-undang pemiliknya memiliki kewajiban untuk menyimpan dan merawat.

Di samping itu, mereka juga wajib mendaftarkan ke Perpustakaan Nasional. Melalui Perpustakaan di Bondowoso.

Sementara itu, Pemerintah melalui Perpustakaan kabupaten hendaknya mengalih mediakan naskah kuno yang sudah didaftarkan. Untuk didayagunakan di lembaganya masing-masing.

Tak kalah penting yakni pendataan atau inventarisasi. Karena kondisi naskah kuno ini berpacu waktu, dan pedagang gelap.

“Digitalisasi. Harus segera dialihmediakan. Agar naskah kuno yang ada di Bondowoso tak sering dibuka. Karena jika sering dibuka, semakin cepat rusak,” jelasnya.

Dan terkahir, perlunya Pemerintah melalui dinas Perpustakaan melakukan kegiatan trans literasi dan penerjemahan.

“Dari teks aslinya ke bahasa Indonesia. Biar anak muda jaman sekarang juga tahu, apa saja kekayaan leluhur kita,” urainya.

Akhirnya, setelah dilakukan trans literasi dan penerjemah, mungkin Dinas Perpustakaan Bondowoso bisa melakukan kegiatan industri kreatif berbasis naskah kuno.

“Karena di beberapa wilayah, kalau di naskah kuno itu ada istilahnya Iluminasi- hiasan di pinggir naskah. Di beberapa wilayah iluminasi ini dibuat menjadi motif batim baru. Ini jadi peluang ekonomi kreatif baru di Bondowoso,” pungkasnya.(Och)