Politik Santri yang Menyejukkan
- 30 September 2024
- 0
Oleh Ketua DPD PAN Situbondo, Ghozi Zainuddin
Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo ada di Desa Sumberejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, pondok ini didirikan oleh K.H.R Syamsul Arifin dan menjadi salah satu pondok pesantren di Indonesia bahkan di dunia. Salah satu kelebihan dan ciri khas pondok pesantren ini adalah menjaga nilai nilai barakah yang sampai saat ini terpelihara dengan sangat baik, barokah adalah bertambahnya kebaikan, walaupun selama di pondok ia tidak terlalu pintar tapi kalau dapat barokah maka ilmu yang sedikit itu akan bertambah banyak dan tentu akan memberikan nilai manfaat bukan hanya kepada diri sendiri tapi juga kepada orang lain.
Melaksanakan perintah guru (pengasuh) bagi santri Sukorejo adalah elemen penting di pondok ini, makanya ketika almarhum Kiai Fawaid menjadi pengasuh sekaligus Ketua DPC PPP Situbondo hampir semua alumni Sukorejo termasuk tetangga sekitar pondok pesantren mengikuti pilihan Kiai Fawaid.
Setelah kepemimpinan Kiai Azaim Sukorejo mulai berwarna karena Kiai Azaim memberikan kebebasan kepada para alumni dalam memilih jalur politik, namun dengan rambu rambu yang tegas, menjaga moral dan konsistensi dalam menjaga perjuangan Nahdlatul Ulama (NU).
Politik bagi pondok pesantren bukan sesuatu yang asing karena dalam Islam kita mengenal yang namanya fiqih siyasah. Jadi tidak heran beberapa pesantren walaupun punya hubungan kekeluargaan, kekerabatan dalam pandangan dan pilihan politiknya berbeda, bahkan ada juga dalam satu pesantren punya pilihan politik yang berbeda dan dari perbedaan itu kemudian keluarga pesantren menjadi dewasa dalam memahami perbedaan dalam politik.
Pilihan politik kita boleh berbeda tapi kekerabatan, kekeluargaan harus tetap terjaga jangan justru perbedaan pilihan politik membuat keluarga retak, kekerabatan menjadi hancur tidak terjaga, perbedaan adalah rahmat yang berarti perbedaan itu akan membawa pada jalan kebaikan dan bertambahnya asas manfaat bagi semuanya.
Setelah era reformasi dan PBNU mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa semua kekuatan kultur bersatu padu membesarkan PKB, namun seiring waktu lagi lagi politik menunjukkan sifat aslinya bahwa tidak selamanya kepentingan itu dapat disatukan, puncaknya adalah almarhum Kiai Fawaid kembali ke rumah lama yaitu partai persatuan pembangunan apakah dengan perbedaan pilihan itu kemudian hubungan kekeluargaan, kekerabatan menjadi renggang. Saya kira tidak karena silaturahmi keluarga besar pondok Sukorejo tetap harmonis
Baca Juga : Balad Group Sukses Konsepsi Bisnis Lobster di Vietnam Tuntas
Saya kaget dan heran ketika Calon Bupati Situbondo dari 01 menyinggung soal bersatunya kubu barat dan kubu timur seolah-olah ia tahu betul apa yang terjadi dan berusaha mempengaruhi persepsi publik bahwa ia dan kelompoknya yang bisa mempersatukan itu. Secara pribadi, sebagai seorang santri saya tidak pernah berani bicara soal kubu barat dan kubu timur karena semuanya adalah guru guru saya. Tapi ternyata sekarang itu menjadi konsumsi publik dan yang berbahaya adalah pembenaran bahwa selama ini memang ada kubu-kubuan.
Belajarlah untuk melakukan lompatan-lompatan politik yang positif jangan hanya menggunakan isu isu yang menuju kemenangan walaupun isu itu rentan untuk memecah belah. Sekali lagi bagi saya yang seorang santri kalau soal guru, menatapnya saja tidak berani apalagi memperbincangkannya. Koalisi dengan siapa saja dalam politik itu adalah hal yang lumrah, hari ini bersama besok siapa yang menjamin akan tetap mesra, dan mohon maaf ketika di Pilkada Pilkada selanjutnya tidak bersama, apakah kemudian kita akan mengatakan barat dan timur tidak bersama lagi, barat dan timur tidak rukun lagi.
Sekali lagi bijaklah dalam membangun isu-isu politik. Jadilah politisi yang negarawan, yaitu politisi yang tidak hanya memikirkan kemenangan tapi juga memikirkan efek negatif dari semua yang diucapkan. Kalau kita perluas diskusi misalnya soal Jawa Timur bukankah PKB dan PPP tidak bersama soal calon gubernur Jatim, itu artinya dalam politik soal koalisi adalah soal biasa.
Ketika saya ditunjuk menjadi Ketua DPD PAN Situbondo, Kiai Afifuddin Muhajir adalah kiai pertama yang saya mohon pendapatnya, jaga nama baik pesantren karena kamu adalah alumni. Jadilah politisi yang santri bukan santri yang politisi, kiai As’ad tidak mewariskan partai tapi mewariskan moral dan nilai nilai, menitipkan NU dan melayani masyarakat, walaupun pan adalah partai nasionalis kamu harus lebih santri dari politisi yang ada di partai agamis, itu pesan beliau dan insyaallah akan tetap saya jaga.
*Tulisan ini menjadi tanggung jawab penulis*