Share

BONDOWOSO – Peraturan Daerah (Perda) Bondowoso Nomor 5 Tahun 2020 tentang pembinaan dan penataan pasar rakyat, toko swalayan dan pusat perbelanjaan, kini menjadi sorotan.

Utamanya, terkait pemangkasan zonasi dari 1000 meter menjadi 50 meter antara jarak pasar tradisional dengan toko modern.

Meski telah menjadi Perda, namun banyak publik yang masih mempertanyakan pemangkasan jarak “950 meter” itu.

Salah satunya datang dari Pemerhati Kebijakan dan Tata Kelola Pemerintah Daerah, Hermanto Rohman.

Ia menilai lahirnya perda ini secara substansi ibarat puzzle (membingungkan).

“Aturan di atas ditata ulang dalam pasal per pasal di dalam perda dan disusun ulang tanpa argumen yang jelas baik secara keekonomian rakyat, maupun topografis dimana bahwa pengaturan ini sebagai bagian yang tidak bertentangan atau mendukung konsep Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruangnya (RDTR),” jelas Dosen Muda FISIP UNEJ.

 

Baca Juga : Abdulatif Jadi Anggota DPRD PAW, ini Pesan Bupati Salwa dan Ketua DPRD

 

Di lain sisi, Ia menilai lahirnya perda ini justru tidak menemukan prakteknya selama ini di Bondowoso. Yang nampak justru menjamurnya toko swalayan dan dapat mematikan pasar kelontong dan pasar tradisional yang ada.

Bahkan, menurut Hermanto, sinergis dan keseimbangan ini juga tidak dapat dibuktikan kepada publik bahwa toko swalayan ini dapat mengangkat pelaku usaha/ pedagang kecil secara signifikan.

Katanya, kesan yang nampak pemangkasan zonasi jarak ini tidak lebih sebagai upaya melegalkan dan memberi peluang besar menjamurnya izin toko swalayan atau ritel yang tidak terkontrol baik saat ini maupun di masa yang akan datang.

“Maka jika ada kecurigaan publik  bahwa pemangkasan zonasi ini tidak disertai dengan hitungan kajian ekonomi kerakyatan maupun juga kajian topografi wilayah sangat dimaklumi. Jika pun pemerintah berdalih ada kajiannya mestinya bisa menjelaskannya kepada publik,” jelas Hermanto.(och)