Share

 

Bondowoso – Penyandang disabilitas (cacat fisik) seringkali termarjinalkan, khususnya saat berada di lingkungan sekolah, atau pun lingkungan kerja. Untuk itulah, perlu adanya peraturan yang memberikan perlindungan kepada para penyandang disabilitas.

Hal itu disampaikan Luluk Aryantiny ketua DPC Perkumpulan Penyandang Disabilitas (PPDI) Situbondo saat menjadi fasilitator di pelatihan Sekolah Inklusi di gedung SMK Negeri 4 Bondowoso, Rabu (29/03/17).

Penyandang tuna daksa (Cacat fisik) tersebut mengungkapkan bahwa UU No 8 Tahun 2016 tentang disabilitas belum di laksanakan dengan serius oleh pemerintah. Baik itu di tempat tinggalnya di Situbondo atau pun di Bondowoso.

Ketidakseriusan itu tampak dari tidak adanya tindak lanjut penyusunan peraturan daerah terkait perlindungan terhadap penyandang disabilitas. Hal itu membuat penyandang disabilitas tidak mendapatkan kelayakan hidup. Salah satu indikasinya, kata dia, masih banyak anak menyandang disabilitas yang ditolak mentah-mentah ketika mendaftar di sekolah reguler,padahal mereka punya hak yang sama.

“Ketika mendaftar di sekolah reguler kita ditolak dan menyarankan bersekolah di SLB saja. Padahal secara psikis berdampak buruk, menutup diri sehingga mereka tidak percaya diri ketika bergaul dengan banyak orang,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan bahwa penyandang disabel di kabupaten Situbondo yang tergabung dalam PPDI sudah mengadakan advokasi dan sering mengadakan kegiatan yang melibatkan banyak orang. Kegiatan tersebut bertujuan agar penyandang disabilitas tidak dibeda-bedakan dan bisa hidup berdampingan tanpa merasa minder.

Dia berharap penyandang disabilitas di Bondowoso juga melakukan hal serupa agar pemerintah setempat segera memperhatikannya.

“Ketika teman kita di Bondowoso juga mengkampanyekan diri, kemudian muncul perda tentu saja anak disabilitas dapat merasakan pendidikan yang sama tanpa merasa dibeda-bedakan,” tutupnya. (abr/esb)