
Pemkab Bondowoso Imbau RPH Tak Potong Sapi Betina
- 6 September 2017
- 0
BONDOWOSO – Jumlah pemotongan sapi betina produktif selama tiga tahun terakhir di Bondowoso cukup tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Peternakan, pemotongan sapi betina produktif mulai tahun 2014 hingga 2016, rata-rata di atas 500 ekor. Rinciannya, tahun 2014 yakni 804 ekor, 2015 jumlahnya yakni 793, dan 2016 meningkat jadi 923 ekor.
Edi Poernomo, Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan Peternakan, mengatakan tingginya pemotongan sapi betina produktif ini disebabkan karena harga sapi betina lebih murah dibandingkan sapi jantan. Selain itu, dagingnya juga lebih banyak.
“Jadi pemotongan sapi betina produktif ini lebih menguntungkan. Karena harganya lebih murah dan dagingnya lebih banyak,” ungkap Edy.
Karena kondisi inilah, Kabupaten Bondowoso menjadi satu dari enam kabupaten atau kota lainnya di Jawa Timur yang masuk dalam target Pemerintah Provinsi dalam pengendalian pemotongan sapi betina produktif. Enam kabupaten yang dimaksud di antaranya, Kabupaten Bondowoso, Lumajang, Surabaya, Sidoarjo, Ponorogo dan Blitar.
“Jadi sosialisasinya mulai dilaksanakan pada awal 2017 ini, dengan target minimal bisa menurunkan angka pemotongan sapi betina produktif 20 persen,” jelasnya saat ditemui Memo Indonesia, Selasa (5/9).
Baca Juga : Banyak Pejabat di Bondowoso Kesulitan Lulus Sertifikasi PPK
Edi menjelaskan bahwa sejauh ini sudah menyampaikan imbauan kepada lima RPH (Rumah Pemotongan Hewan) agar menolak memotong sapi betina produktif. Untuk meningkatkan pengawasan, pihaknya juga mewajibkan setiap peternak yang akan memotong sapi ke RPH, wajib membawa SKSR (Surat Keterangan Status Produksi) yang dikeluarkan oleh dokter hewan.
“Jadi nanti di SKSR itu ada empat status yakni normal tidak bunting, bunting, tidak normal vausta, dan tidak normal invausta, yang boleh dipotong itu yang tidak normal invausta tapi ini jarang ditemui karena jumlahnya hanya dua persen.”
“Kalau nanti ada sapi betina yang bunting, maka kami minta jagalnya untuk menukarkan sapinya,” paparnya.
Adapun Lima RPH itu di antaranya, RPH Kecamatan Kota, Maesan, Prajekan, Wonosari dan Pujer.
Lebih jauh, Edy menjelaskan, berdasarkan dari arahan pemerintah provinsi, titik hulu yang menjadi target pengawasan diantaranya pasar hewan, check point (tempat lalu lintas ternak), dan kandang komunal.
“Tapi di Bondowoso kan nggak ada check point. Terus juga jarang ditemui kandang sapi yang komunal. Jadi titik sosialisasi yang paling efektif nanti di pasar hewan,” jelas Edi.
Ke depan, kata Edi, rencananya Dinas Pertanian dan Peternakan akan menggandeng Polres untuk melakukan pengawasan.
“Insyallah bulan ini (September) kita akan melakukan MoU dengan Polres dalam hal ini jajaran Binmas. Karena di Pusat itu Polri sudah MoU. Karena Pemerintah juga punya program upsus siwab (Upaya Khusus sapi Indukan Wajib Bunting).”
“Jadi ini kalau masih ada peternak yang memotong sapi betina produktif nanti bisa kena sanksi tegas,” pungkasnya. (och)