Share

BONDOWOSO – Aktivis muda Nahdlatul Ulama Miftahul Huda menyarankan pemerintah Bondowoso baik eksekutif dan legislatif berkonsolidasi untuk menyatukan persepsi pembangunan. Menurut Miftah hal itu perlu dilakukan guna mencari jalan keluar atas beberapa persoalan hingga muncul rencana hak angket oleh mayoritas anggota dewan.

“Pemerintah harus melaksanakan amanat rakyat. Bukan malah gonto-gontoan masalah yang substansinya belum jelas. Menyederhanakan persoalan yang ruwet,” pintanya, Sabtu (4/12/2021).

Mantan Ketua GP Ansor itu sangat menyesalkan polemik yang terjadi. Sebab, ketika pemerintah larut dalam masalah, maka rakyatlah yang akan menjadi korban.

Ia mengerti jika hak angket merupakan hak istimewa DPRD untuk menegakkan fungsi pengawasan. Namun jika itu dilakukan pada kondisi saat ini, otomatis akan menjadi penghambat proses penyelesaian APBD. Apalagi prosesnya sudah molor dari jadwal.

“Pemerintah harus melaksanakan agenda pembahasan sesuai dengan jadwal yangg telah diatur,” terangnya.

Soal TP2D yang dijadikan materi hak angket dinilainya sebagai problem yang dapat dibantah. Masih diperlukan waktu panjang untuk diperdebatkan.

“Keributan tentang TP2D ini debateble. Tentu ada ajalan lain yang bisa ditempuh dengan musyawarah mufakat,” jelasnya.

Jika hak angket nanti berakhir pada pemakzulan (Pemberhentian) Bupati Salwa, lanjut Miftah, maka akan menjadi wajah buruk demokrasi Bondowoso.

“Pemakzulan oleh DPRD akan menjadi preseden yang tak baik dalam nuansa demokrasi di Bondowoso,” tambahmya.

Atas nama rakyat ia meminta agar hak angket tidak menjadi satu-satunya pilihan jalan untuk keluar dari permasalahan.

“Kalau hak angket dilanjutkan justru tidak hanya berbahaya pada institusi pemerintah. Tapi juga akan dicatat sebagai sejarah hitam pemerintahan di Bondowoso,” tutup Miftah. (abr)