Share

BONDOWOSO – Persoalan relokasi pedagang pasar sore di pasar induk Bondowoso tak kunjung menemukan jalan keluar. Bahkan, meski Komisi II DPRD Bondowoso telah turun lapangan, kedatangannya tak memberikan angin segar bagi pedagang sore yang mengharapkan keadilan.

Ketua Komisi II Andy Hermanto mengharuskan pedagang pasar sore pindah ke lantai dua. Sesuai aturan yang ditetapkan oleh Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag).

“Pedagang harus menyadari kewajibannya sebagai pedagang yang telah mendapat fasilitas dari pemerintah, maka wajib hukumnya mentaati peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah,” tegas Ketua Komisi II DPRD Bondowoso Andy Hermanto, Selasa (2/2/2021).

Komisi II Dinilai Tak Lagi Bela Rakyat

Menyikapi hal itu, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM (Lakpesdam) PC NU Bondowoso, Miftahul Huda, menilai Komisi II sama sekali tidak menunjukkan fungsinya sebagai kontrol kebijakan pemerintah daerah. Dalam konteks persoalan pasar induk, Komisi II terkesan bungkam menyikapi kebijakan Diskoperindag yang justru memutus mata pencaharian pedagang sore.

“Jelas-jelas pedagang sudah bilang jika berjualan di atas kerena tidak laku, masih saja disuruh turuti aturan Diskoperindag. Keberpihakan DPRD ini perlu dipertanyakan. Harusnya membela rakyat bukan membela Diskoperindag,” sesalnya.

 

Baca Juga : Terjadi Longsor dan Debit Air Meningkat di Kecamatan Ijen : Minibus Terjebak, Hewan Ternak Hanyut

 

Miftah menyebut jika DPRD harusnya memperjuangkan aspirasi masyarakat. Bukan justru sebaliknya. Apalagi seakan menjadi bumper Diskoperindag. Harusnya Komisi II mendesak eksekutif meninjau kembali kebijakan yang dibuat, tentu dengan mempertimbangkan aspirasi pedagang yang kerap masuk ke gedung DPRD.

“DPR harusnya memberikan solusi. Menjadi mediator antara Dinas dan pedagang mencari jalan tengah. Ini kok cenderung mendukung kebijakan Diskoperindag,” nilainya.

Minta Jam Operasi Pasar Sore

Mantan Pengurus GP Ansor Bondowoso itu meminta agar pedagang pasar tetap diberikan kesempatan berjualan seperti biasa di tempat mereka masing-masing. Karena ketika berjualan di lantai dua kenyataannya memang tidak laku. Hampir semua konsumen enggan naik ke lantai dua dan memilih belanja di toko milik warga timur pasar.

“Apa salahnya memberikan kesempatan untuk berjualan. Waktunya dibatasi, misal dari jam 2 hingga jam 9 malam. Di luar jam itu ya harus bubar,” pintanya.

“Andaikan masih maksa untuk menempati di atas. Tolong jangan tebang pilih melaksanakan kebijakan. Karena sebenarnya yang buat macet adalah pedagang yang timur jalan. Stannya sampai ke bahu jalan. Itu juga harus ditertibkan. Tapi penertiban itu tidak efektif dan bukan satu-satunya solusi yang tepat. Yang arif dan bijaksana adalah membuka peluang usaha bagi seluruh masyarakat. Yang di kedepankan bukan malah mematikan usaha para pedagang,” tandasnya.

Pedagang Sore Tidak Membangkang Kebijakan Pemerintah

Seorang pedagang ayam pasar sore, Siti Aisyah, mengungkapkan tak pernah berniat menentang aturan pemindahan yang telah dicanangkan. Tahun lalu, mereka telah mengikuti aturan tersebut dengan memindah lokasi berdagang di lantai 2 Pasar Induk.

Namun, kenyatannya dagangan mereka sepi pembeli. Pendapatan pedagang pun menurun drastis. Tak ada pilihan lain, Ia bersama sekitar 30 pedagang sore kembali turun ke lantai dasar untuk berjualan seperti biasanya.

“Modalnya sudah habis, kami hutang kemana-mana. Apakah hal itu harus terulang? Kami biasanya bisa menjual ayam diatas 50 kg. Saat berjualan di lantai 2, 20 kg ayam tidak habis terjual. Di lantai 2 hanya ada lalat-lalat berterbangan,” ungkapnya.

Pedagang Pasar Sore Sudah 20 Hari Menganggur

Kebijakan Diskoperindag jelas telah mempersulit ekonomi pedagang pasar sore. Adalah Pak Anas, warga Desa Kasemek, Tenggarang yang memilih menganggur daripada harus berjualan di lantai dua pasar induk.

“Saya dan teman-teman sudah lama tidak jualan. Dari pada modal habis kalau berjualan di atas,” terangnya.

Meski demikian, dirinya sangat mengharapkan pengertian pemerintah akan nasib para pedagang sore. Sebab, penopang ekonomi keluarga Pak Anas memang bergantung pada pasar sore sejak tahun 1992.

“Saya mohon kepada bapak-bapak pejabat, Bupati, tolong perhatikan nasib pedagang pasar sore,” pungkasnya. (abr)