Share

BONDOWOSO – Nasib Guru Tidak Tetap (GTT) atau biasa disebut honorer di Bondowoso mendapat sorotan serius dari Dewan Pendidikan (DP) Kabupaten Bondowoso. Dengan menghelat Focus Group Discussion (FGD), Dewan Pendidikan dan beberapa stakeholder terkait mendiskusikan nasib guru honorer di gedung Bappeda, Sabtu (19/05/2017).

Dr Syaiful Bahar selaku ketua Dewan Pendidikan mengungkapkan, tentu akan kesulitan mencari solusi tentang polemik yang terjadi pada guru honorer. Dari data yang Ia dapat, jumlah guru honorer sudah melebihi kebutuhan. Di Bondowoso sendiri sudah ada peraturan bupati tentang dilarangnya pengangkatan guru. Namun data bahwa guru honorer sudah over itu bisa dibilang ironis, mengingat fakta di lapangan membuktikan bahwa masih ada sekolah yang justru kekurangan tenaga pendidik.

“Di FGD ini kita fokus mencari solusi terkait guru GTT karena jumlahnya yang sudah over. Di sisi lain memang bupati sudah tidak bisa memberikan SK pengangkatan guru pendidik. Tapi di sisi yang lain juga, masih ada pengaduan dari beberapa kepala sekolah bahwa sekolahnya masih kekurangan tenaga pendidik,” paparnya kepada Memo Indonesia.

 

Baca Juga : Sertifikasi Ribuan Guru di Bondowoso Tersendat, Kapan Akan Cair?

 

Persoalan kedua adalah minimnya bayaran yang di peroleh GTT. Bahar menilai honor yang mereka terima perlu diperhatikan. Karena hanya 15 persen dari dana BOS yang bisa mereka terima. Dia memberikan informasi bahwa guru yang intens mengajar, maksimal mendapatkan Rp 700 ribu per bulannya. Sedangkan guru mata pelajaran (maple) hanya mendapatkan honor Rp 175.000 per bulannya.

“Dana BOS sudah diatur Permendiknas no 8/2017 terkait penggunaannya kepada GTT yang hanya 15 persen boleh dipergunakan untuk bayaran guru. Karena itu saat ini GTT tidak bisa mendapatkan insentif sebesar sebelum aturan itu ada,” jelasnya.

Pada forum tersebut Bahar berharap bisa menemukan solusi untuk memikirkan pemerataan dan kesejahteraan guru honorer dengan mencari celah selain dari BOS. “Untuk itu kita akan diskusikan.  Apakah mungkin eksistensi mereka kita pertahankan dengan konsekuensi kesejahteraannya kita upayakan. Tentunya dengan mencari celah sumber bayaran dengan ukuran kepantasan bayaran yang bisa mereka terima,” pungkasnya. (abr/esb)