Share

BONDOWOSO – Kabupaten Bondowoso masuk ke dalam empat besar lumbung ternak di Jawa Timur. Jumlah sapi yang ada di kota yang terkenal dengan julukan Bondowoso Republik Kopi (BRK) ini, mencapai sekitar 219ribu ekor. Ironisnya, jumlah yang banyak ini tak diimbangi dengan jumlah para medis ternak yang memadai.

Padahal, jika melihat pada sistem kesehatan nasional berbasis puskeswan, keberadaan paramedic ini selain memiliki fungsi pengobatan, juga memiliki fungsi pembinaan.

Demikian disampaikan oleh Cendy Herdiawan, Kabid Kesehatan Hewan, Kesmavet, dan P2HP (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan), Dinas Pertanian Bondowoso, saat ditemui Memo Indonesia.

Ia menerangkan dampak dari kekurangan paramedic ini Bondowoso harus rela kehilangan uang lebih dari Rp 50 milliar dalam setahun, dengan estimasi kematian 23 pedet per hari di 23 kecamatan dengan harga pedet Rp 5juta.

Jumlah kerugian ini pun masih bisa bertambah jika terjadi kematian sapi karena induknya tidak bisa melahirkan, atau induknya tak bisa bunting, serta kematian yang disebabkan oleh penyakit lainnya.

“Berapa kalau mau hitung-hitungan kerugian peternak berapa, sementara invest petugas berapa sih digaji,”terangnya.

Adapun jumlah paramedis di Bondowoso yakni hanya sembilan orang. Selama ini pun terpaksa harus merangkap wilayah dalam melaksanakan fungsinya. Kondisi ini juga masih diperparah dengan jumlah puskeswan yang hanya ada empat, yakni puskeswan di kecamatan Curahdami, Tapen, Tamanan, serta Cerme.

“Kalau kita menghitung dari analisa beban kerja, kebutuhan paramedic hewan di Bondowoso sekitar 60 orang. Saya hanya punya sembilan paramedis, delapan dokter hewan dan empat puskeswan,”urainya.

Sementara itu, saat ini kesadaran masyarakat terhadap kesehatan hewan pun sudah cukup bagus. Karena kelangkaan paramedis inilah, akhirnya dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu.

“Sekarang ini banyak di masyarakat kasus kelahiran yang memerlukan penanganan, banyak orang-orang illegal yang melakukan, belum yang kasus suntik sehat, banyak,”pungkasnya. (och)