Kurangi Sampah Plastik, Rumah Literasi Hijau Madani Edukasi Warga Tentang Ecobrick
- 23 October 2019
- 0
BONDOWOSO – Para penggiat peduli sampah meyakini metode ‘Ecobrick’ menjadi cara simpel dan efektif, mengatasi sampah sesuai prinsip 3R yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (Menggunakan kembali), dan Recycle (Mendaur ulang).
Menyikapi itu Komunitas Rumah Literasi Hijau Madani di Desa Kalianyar, Kecamatan Tamanan memberikan pelatihan pembuatan Ecobrick pada warga di desanya.
Selamet, Ketua Komunitas Rumah Letrasi Hijau Madani, kepada Memo Indonesia, Selasa (22/10/2019), menerangkan, bahwa Ecobrick merupakan salah satu solusi dan metode ampuh dalam mengelola sampah-sampah plastik yang jarang sekali dikelola namun selama ini hanya dibiarkan saja bertumpuk atau dibakar.
“Jadi kami memberikan pelatihan. Datang ke rumah-rumah warga langsung. Untuk melakukan itu kami mendapat support dari Kampung Recycle Jember. ,” ungkapnya.
Di samping itu, pihaknya juga gencar jemput bola kepada masyarakat di wilayahnya untuk menjadi nasabah Bank Sampah Batu Katak Kalianyar yang memang merupakan bentuk awal dari ide mengatasi sampah plastik di Kalianyar.
Setiap warga yang menjadi nasabah akan menabung sampah plastik. Kemudian, dalam saldo buku tabungan akan tercatat dalam bentuk rupiah. Jadi jumlah sampah yang disetorkan kemudian dikonversi ke rupiah. Nah, disitu langsung masuk ke rekening tabungan nasabah.
Ia menjelaskan bahwa untuk harga sampah yang disetorkan bervariasi tergantung jenisnya. Seperti contohnya, sampah botol berwarna dihargai Rp 1.500 per kg. Kemudian, untuk sampah kertas berwarna Rp 500 per kg, untuk sampah dengan harga paling mahal yakni sampah Aki yang harganya hingga Rp 6000 per kg.
‘ Di Kecamatan Tamanan ini, ada tiga desa yang mendapat support dari Kampung Recycle Jember untuk membentuk Bank Sampah. Yakni desa Kalianyar, Tamanan, dan Wonosuko,” terangnya sembari membuat ecobrick.
Menurut laki-laki kelahiran Tamanan itu, sejauh ini banyak warga yang masih enggan langsung menjual sampah plastiknya. Karena, kebanyakan warga lebih memilih untuk membakarnya, karena lebih “ringkes” bagi mereka.
“Nah disini ini, kita mengedukasi mereka. Perlahan-lahan memang, karena merubah mindset itu tak mudah. Jadi kami terus getol jemput bola ke masyarakat,” pungkasnya.(och)