Share

 

BONDOWOSO – Komisi 2 DPRD Bondowoso melakukan kunjungan kerja ke RPH (Rumah Potong Hewan) yang ada di Kecamatan Pujer, Kamis (11/10).

Beny Ahmad Fajar, Sekertaris Komisi 2 DPRD Bondowoso, mengatakan, kunker dilakukan untuk memastikan bahwa setiap layanan pemerintah terhadap masyarakat bisa dinikmati secara baik. Mengingat, RPH di Pujer yang masih belum memenuhi kelayakan. Sehingga, perlu untuk didorong menjadi RPH sesuai standar yang ada. Belum lagi, tidak maksimalnya pemanfaatan RPH tersebut, bahkan hanya digunakan memotong sapi dengan kurun waktu dua hari hanya memotong satu ekor sapi.

“Itu juga perlu dikaji, apakah memang karena masyarakat yang tidak terbiasa menggunakan RPH. Atau karena memang RPH itu yang tidak memenuhi standar. Sehingga tak memantik ketertarikan pada masyarakat,” tutur laki-laki yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional (DPD PAN) Kabupaten Bondowoso.

Ia menguraikan bahwa pada prinsipnya Komisi 2 DPRD akan terus mendorong pemerintah daerah selama itu untuk pelayanan publik. Kalaupun ada keterbatasan anggaran, tentu perlu memerhatikan skala prioritas. Jadi pada prinsipnya, pihaknya akan mencoba menghitung anggaran-anggaran yang ada di komisi dua.

“Sementara untuk yang di Pujer itu, untuk memenuhi standar itu luasan lahannya masih belum cukup. Karena masih ada beberapa tempat yang perlu disediakan. Seperti tempat pemotongan hewan, tempat peristirahatan hewan. Luasan lahannya tadi itu cukup sempit,” katanya pada Memo Indonesia.

 

Baca Juga : Relawan Bupati Salwa Mengaku Baru Tau Ada Presidium Relawan Sabar 276

 

Sementara itu, Edi Poernomo, Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian, yang turut mendampingi kunker tersebut, mengakui jumlah pemotongan di RPH Pujer lebih sedikit dibanding lainnya. Penyebabnya, karena pelaku usaha jagal yang ada di wilayah Pujer sedikit. Belum lagi, penjual kios daging yang mengambil dagingnya dari luar wilayah Pujer.

“Kulak dagingnya darimana saja, termasuk dari luar Pujer. Ketika seperti itu kita tidak mungkin melarang pemilik kios daging itu. Karena mereka punya perhitungan bisnis sendiri,” tuturnya.

Lebih jauh, Ia membenarkan bahwa kelayakan standar RPH di Pujer itu belum memenuhi standar. Seperti, tidak adanya fasilitas air bersih, kandang peristirahatan, dan IPAL. Di samping itu, juga jika hendak dilakukan pengembangan, posisi tanahnya tidak mencukupi.

Namun demikian, Ia memastikan bahwa kualitas daging sapi secara kesehatan daging hasil poting RPH Pujer masih masuk kategori layak.

“Kalau ngomongi kualitas daging harus dilihat sudut pandangnya dulu. Kalau dilihat dari ijin sanitasi yang standar yang diterima oleh pasar secara umum amat sangat tidak memenuhi. Tapi secara kesehatan masihlah,” urainya.

Ditanya perihal harapannya dengan adanya Kunker Komisi 2 apakah akan mempermudah memperbaiki RPH, Edi mengatakan bahwa semua itu tergantung dari posisi pembuat kebijakan. Namun, pihaknya telah menunjukkan kondisi fakta RPH yang memotong daging yang dikonsumsi masyarakat.

“Ketika para pembuat kebijakan telah melihat semua itu, mungkin nanti target kita adalah edukasinya kepada masyarakat luas,” pungkasnya.(och)