![](https://i0.wp.com/memoindonesia.com/wp-content/uploads/2017/10/Juknis-Tunjangan.png?fit=442%2C264&ssl=1)
GTT Sudah Diterbitkan SK Bupati, Pertama di Jatim
- 5 October 2017
- 0
![](https://i0.wp.com/memoindonesia.com/wp-content/uploads/2017/10/Juknis-Tunjangan.png?resize=442%2C264)
PROBOLINGGO – Kabupaten Probolinggo patut berbangga dengan sudah diterbitkannya SK Bupati bagi ribuan GTT. Dan kebijakan ini adalah pertama di Jawa Timur, hal seperti ini akan menjadi prestasi tersendiri bagi Kabupaten Probolinggo.
Yang sebelumnya dikeluhkan, terkait dengan penempatan Guru Tidak Tetap (GTT) di Kabupaten Probolinggo pada akhirnya ditanggapi oleh Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Probolinggo.
Kabid Pembinaan Tenaga Pendidik Dispendik Kabupaten Probolinggo, Edi Karyawan yang mewakili Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo, Dewi Kirana kepada media menjelaskan kalau pergeseran yang dilakukan sudah tepat dan sesuai kebutuhan di setiap lembaga pendidikan.
“Pada tahun 2017 ada kebijakan Bupati mengangkat GTT dengan Surat Keputusan (SK) Bupati. Ini sebuah penghargaan yang diberikan kepada para guru. Caranya dengan meningkatkan status dari SK Sekolah menjadi SK Bupati,” jelasnya.
Langkah ini, dikatakan Edi bahwa mengikuti juknis BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang jelas disitu bahwa BOS tidak boleh diperuntukan membayar honor GTT yang tidak memiliki SK Bupati.
“Jadi, honor yang diberikan kepada GTT dengan SK bupati masih tergolong kecil. Namun dengan kebijakan itu, diharapkan ke depan GTT bersangkutan bisa mengikuti program sertifikasi, agar dapat meningkatkan kesejahteraannya,” kata Edi lagi.
Edi menyatakan juga bahwa pergeseran itu sudah sesuai prosedur. Jumlah kebutuhan guru itu harus SPM (Standar Pelayanan Maksimal).
“Kalau di Sekolah Dasar ada 6 kelas, berarti yang dibutuhkan kurang lebih ada 9 orang guru, yang terdiri dari Kepala Sekolah, Guru olahraga, agama dan guru sekaligus wali kelas,” bebernya.
Jadi diungkapkan lagi, jika ada sekolah yang sudah memiliki 6 guru, maka berapapun jumlah GTT di sekolah tersebut harus dipindah ke lembaga pendidikan lain yang jumlah gurunya tidak memenuhi SPM.
“Pada proses tes wawancara, setiap GTT bersangkutan mengaku siap ditempatkan di lembaga pendidikan se-Kabupaten Probolinggo. Namun kami masih memberikan toleransi, kasihan kepada GTT. Jadi tidak langsung asal lempar, tetapi melakukan pergeseran seperti permainan karambol,” terangnya.
Dia mencontohkan Kecamatan Pakuniran yang kelebihan GTT mencapai 54 orang, kemudian digeser ke kecamatan sebelah baratnya, misalnya ke wilayah Kota Kraksaan.
“Dan GTT yang berdinas di wilayah Kraksaan digeser ke Dringu, Dringu ke Sumber terus bergeser sampai menjangkau ke wilayah yang membutuhkan banyak GTT seperti Sukapura dan Sumber,” tambahnya.
Seperti yang dikutip dari media lokal lainnya, diketahui bahwa Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sempat memberikan catatan pada pergeseran guru inklusi atau guru bagi anak berkebutuhan khusus.
“Kami sebenarnya sangat khawatir dengan nasib sekolah asal guru tersebut. Pasalnya, mencari guru khusus tidak mudah, karena jumlahnya sedikit. Dan pada waktu audisi, kami tidak melihat kategori guru inklusi. Di sana tercantum S1 PGSD, S1 Bahasa indonesia dan seterusnya,” imbuhnya lagi.
Namun semuanya sudah diluruskan dan menurut Edi Dispendik tidak menjaring guru inklusi.
“Kami berupaya, bahwa persoalan ini bisa segera diselesaikan. SK bupati kepada 2.361 GTT berlaku hingga Desember 2017. Dan apa yang diusulkan ke Bupati dan disetujui, mungkin saja (guru khusus inklusi) nanti dikembalikan lagi (ke sekolah semula),” pungkasnya. (ufa)