Share


JEMBER –  Sejumlah warga yang mengatasnamakan Front Pembela Rakyat (FPR) melakukan demonstrasi di depan Kantor Desa Balung Kulon, Kecamatan Balung, Kamis (20/7/2017) siang. Mereka menuntut pengembalian uang pendaftaran program sertifikasi nasional (Prona) sebesar Rp1 juta, yang dinilai sebagai pungutan liar (pungli).

Ketua FPR Jember, Suwarno beralasan, protes itu dilakukan karena ada warga di Desa Balung Kulon yang mengadu ke lembaganya, meski di Kecamatan Balung sebenarnya ada empat desa yang melakukan hal serupa, bahkan di Desa Balung Kidul nilainya lebih besar yakni Rp1,5 juta untuk setiap bidang yang diajukan sertifikasi.

“Selama ini kami melangkah atas dasar keluhan rakyat. Kalau tidak ada keluhan, berapun mereka dikenakan (biaya, red) kalau tidak mengeluh ke FPR kami tidak akan bergerak,” dalihnya, usai menggelar orasi di depan Kantor Desa Balung Kulon.

Suwarno mengklaim, selama ini ada 10 warga Balung Kulon yang mewakili pemohon prona yang lain yang telah menguasakan ke FPR untuk memprotes pungutan itu. Meski begitu, Ia mengakui, jika selama ini belum pernah ada pertemuan secara khusus antara lembaganya dengan Panitia Prona maupun pemerintah desa.

 

Baca Juga : Polisi Gencar Kampanye Tertib Lalu Lintas dan Anti Narkoba Bagi Pelajar

 

“Hanya kemarin, kita dipertemukan di Kantor Kecamatan untuk mediasi. Ini sudah mulai ada pertemuan untuk bagaimana ke depan, kita ikuti saja,” ujarnya.

Dalam mediasi yang dilakukan itu, Suwarno berkata, pihaknya telah menyampaikan ke Panitia Prona maupun pemerintah desa bahwa banyak masyarakat di Balung Kulon yang keberatan dengan biaya sertifikasi tersebut. Padahal, menurut dia, Prona merupakan program nasional yang biayanya dibebankan ke APBN.

“Apabila mau mengambil (biaya) Tim Prona, mohon seikhlasnya untuk rakyat, biar tidak muncul cemburu-cemburu sosial karena mereka punya janji-janji kepada rakyat Balung Kulon,” katanya.

Usai menggelar orasi menggunakan pengeras suara, massa FPR kemudian melanjutkan aksinya menuju kantor Kecamatan Balung, yang berjarak sekitar 4 kilometer dari lokasi awal. Di kantor kecamatan massa tak melakukan orasi dan hanya duduk-duduk di luar pagar yang telah dijaga oleh aparat lengkap. Sementara beberapa orang perwakilan, menemui pemerintah kecamatan dan Desa Balung Kulon untuk dilakukan mediasi.
Sementara itu, Sekretaris Panitia Prona Desa Balung Kulon, EA Sonhadi membantah, bahwa ada 10 warga yang mengajukan keberatan atas biaya sebesar Rp1 juta tersebut. Menurutnya, semula hanya ada delapan orang yang mengaku keberatan yang selanjutnya menyusut hanya empat pemohon.

“Protes keberatan itu juga dilakukan setelah masa sosialisasi prona selesai. Bahkan mereka juga sempat menandatangani surat pernyataan setuju terhadap biaya itu,” terangnya.

Sonhadi mengaku, tak mengetahui kenapa belakangan ada warga yang memprotes biaya yang timbul dalam program prona. Ia menduga ada pihak ketiga yang berkepentingan dan berupaya memengaruhi warga melakukan protes tersebut. Meski Ia tak menyebut, kepentingan apa yang dimaksud sehingga mereka memengaruhi warga.

“Saya juga tidak mengerti tuntutan apa yang dimaksud. Tapi informasinya, meminta Rp 800 ribu dari biaya Rp 1 juta itu dikembalikan,” tuturnya.

Sedangkan mengenai tuntutan massa, Sonhadi menyatakan, tak bisa memenuhi secara langsung. Pihaknya masih akan berkoordinasi dengan panitia lainnya dan juga pemerintah desa sebagai penanggungjawab program tersebut.

“Massa yang mengikuti aksi protes itu mayoritas bukan warga Balung Kulon, tapi warga luar desa. Setahu saya hanya lima orang, itupun dari pemohon prona hanya empat orang saja, yang satu bukan,” tandasnya. (mam)