
Diklat Peningkatan Kapasitas Kepala Sekolah, Sugiono Ancam Tak Luluskan Peserta yang Komplain
- 20 May 2022
- 0
BONDOWOSO – Kepala Dinas Pendidikan Bondowoso Sugiono Eksantoso tak segan-segan untuk tidak meluluskan peserta Diklat peningkatan kapasitas kepala sekolah yang komplain soal penarikan biaya Diklat.
“Mana, yang mana. Biar tidak lulus sekalian. Ini belum selesai kelulusan. Batal dilantik itu nanti,” ancamnya, Senin (18/04/2022) lalu.
Sugiono menjelaskan jika Pengumuman hasil Diklat belum dilakukan. Menurutnya, saat ini ke 123 peserta sedang melakukan praktek menjadi kepada sekolah sehingga masih ada kesempatan untuk tidak meluluskan peserta yang tidak terima dengan kebijakannya.
“Yang nentukan sana. Ini masih belum selesai ini. Masih kurang satu bulan. Ini masih praktek jadi kepala sekolah. Kalau pas gitu ada yang gak lulus nanti. Saya ingin lulus semua masalahnya,” jelasnya.
Mantan Kacabdin Provinsi Jawa Timur Wilayah Bondowoso-Situnondo itu tak ingin ada persoalan dalam Diklat yang Ia inisiasi. Pasalnya, Ia iba dengan kekosongan kepala sekolah yang terjadi di Bondowoso.
“Kasian Bondowoso kekosongan kepala sekolah. Ya caranya memang dari itu. Siapa yang mau ngisi kalau kosong,” urainya.
Ia memastikan jika Diklat berbayar yang dilakukan sudah atas persetujuan Bupati Bondowoso Salwa Arifin. Setelah ia menjelaskan resiko jika Bupati Salwa membiarkan kekosongan kepala sekolah terjadi.
“Saya lakukan telaah staf. Akhirnya konsultasi ke LPMP. Silahkan pak. Tapi ini harus mandiri. Setelah itu saya komunikasi kepada Bupati. Bahaya kalau kosong. Nanti Kepala sekolah merangkap-rangkap,” jelasnya.
Diberikan sebelumnya, Sebanyak 123 guru di Bondowoso dikenai biaya sebesar Rp. 2.75 jutadalam pelaksanaan Peningkatan Kompetensi Guru yang dibuka oleh Bupati Salwa Arifin di salah satu hotel di Bondowoso, Senin (18/04/2022) lalu.
Biaya Diklat penyiapan calon Kepala Sekolah (KS) meliputi KS TK, SD dan SMP itu terpaksa dibebankan kepada peserta lantaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Bondowoso tak mampu membiayai.
Baca Juga : AEM Special Meeting 2022: Mendag Lutfi Pimpin Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN
Salah seorang peserta menyebut diwajibkan ikut Diklat tersebut lantaran kondisi pendidikan Bondowoso sedang kekurangan stok KS. Kendati kemudian dikenai biaya, Ia mengaku mau tidak mau harus menyetor tagihan tersebut kepada Dinas Pendidikan Bondowoso.
Sugiono menegaskan jika pihaknya tak mengelola keuangan biaya Diklat. Menurutnya, semua yang mengatur jalannya Diklat, termasuk soal keuangan adalah Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Jawa Timur. Termasuk soal jumlah tagihan biaya Diklat, Sugiono menyebut LPMP Jatim yang menentukan.
Sementara itu, Aktivis Pendidikan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Jawa Timur, Ilham Wahyudi menilai Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso melanggar sejumlah undang-undang dan aturan.
Yakni diantaranya Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 40 ayat (1), di sana dijelaskan bahwa ada lima hak guru yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
“Salah satunya yaitu pembinaan karir, sesuai dengan tuntutan pengembangan keprofesian. Jadi tuntutan karir, dimana seorang guru jadi seorang kepala sekolah adalah hak guru,” paparnya.
Menurutnya, kepala sekolah memang harus lulus diklat. “Tetapi bukan guru yang harus dibebankan,” paparnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Kemudian dia membeberkan Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, pasal 14 ayat (1), disebutkan bahwa guru itu berhak memperoleh kesempatan dalam meningkatkan kompetensi, memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi.
“Ini sudah jelas dalam undang-undang ini. Undang-undang ini posisinya lebih dari peraturan pemerintah,” bebernya.
Ia juga mengungkapkan aturan di bawahnya, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan nomor 40 Tahun 2021 pasal 3 ayat (1), disebutkan bahwa mikanisme guru sebagai kepala sekolah dilakukan oleh pejabat pembina kepegawaian untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
“Jika ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan, maka daerah yang harus bertanggung jawab. Termasuk pembiayaannya,” paparnya.
Dia juga memaparkan, tidak ada satupun dasar hukum bahwa peserta diklat pengembangan kapasitas guru dan calon kepala sekolah harus membayar biaya sendiri.
“Lalu apa artinya APBD ini. Pemerintah boleh mengandeng LPMP atau Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. Tetapi biaya yang mengeluarkan harus daerah,” jelas dia.
Menurutnya, diklat peningkatan kapasitas merupakan hak guru yang berdasarkan undang-undang. Sehingga kejadian di Bondowoso dinilai melanggar hukum.
“Harus dikembalikan uang-uang mereka. Mereka bekerja meningkatkan pendidikan, dan ini juga untuk kepentingan negara dan kepentingan kabupaten,” pungkasnya. (abr)