Share

BONDOWOSO – Puluhan warga Desa Sumberwaru, Kecamatan Binakal, memelih ngeluruk ke Balai Desa setempat, Selasa (11/7) tadi malam sekitar pukul 19.30. Itu menyusul setelah puluhan hektar tanah milik ratusan warga setempat diklaim milik Perhutani Bondowoso. Padahal, warga mengaku tidak pernah menjual tanah miliknya yang berstatus sebagai tanah yasan tersebut.

Mereka bermaksud bertemu Kepala Desa (Kades) setempat untuk menanyakan status tanah serta meminta dukungan agar memperjuangkan hak warganya. Bahkan, warga juga mengancam akan melakukan aksi demonstrasi jika proses mediasi yang dilakukan Pemerintah Desa setempat gagal.

“Saya tidak pernah merasa menjual tanah ke perhutani dan tidak pernah melakukan tanda tangan ataupun cap jempol. Bisa ditanya sendiri pada warga yang ada saat ini, mereka semua merasa tanahnya dirampas dan diklaim milik perhutani tanpa ada proses jual beli ataupun kesepakan lain,” ujar Basori, salah satu warga pemilik tanah.

Dia bersama warga mengaku sepakat memperjuangkan tanah yang menjadi hak miliknya. Persoalan tanah ini juga sudah berlarut-larut dan berlangsung sekitar 28 tahun tanpa ada penyelesaian. Untuk itu, warga memilih datang bersama-sama ke Balai Desa meminta Kades ikut memperjuangkan tanah milik warga.

 

Baca Juga : KONI Jatim Fokus PON 2020 Programkan Puslatda

 

“Kami sepakat meminta pak Kades ikut memperjuangkan tanah warga. Apalagi, dari penjelasan Kades di buku Leter C sampai saat ini statusnya masih sah milik warga tanpa ada perubahan ataupun oretan lain. Lalu, darimana perhutani cara mengambil tanah hak warga,” tambahnya dengan nada tinggi.

Hal serupa juga diungkapkan Mimbari, bahwa orang tuanya tidak pernah merasa menjual tanah miliknya ke perhutani. Anehnya, saat hendak menebang pohon yang berada di atas lahan justru diperkarakan ke aparat kepolisian oleh perhtunai. Padahal, beberapa warga memegang bukti kepemilikan atas tanah tersebut.

“Warga yang menanam sendiri di atas tanah miliknya sendiri, justru disoal oleh orang lain. Saya minta Kades ikut memperjuangkan warga,” ujarnya.

Anwari, warga Dusun Gardu desa setempat justru mengaku tidak pernah ada kesepakatan apapun dan dengan siapapun juga. Dirinya sempat meninggalkan desanya ke Situbondo selama kurang lebih 10 tahun. Namun, begitu kembali ke desa asalnya tiba-tiba mendapat kabar kalau tanahnya sudah dikuasai orang lain.

“Saya tidak pernah menjual apalagi terlibat kesapakatan apapun karena saat itu saya berada di Situbondo. Karena takut dan warga saat itu juga pasrah, saya ikut diam. Tapi, sekarang warga harus kompak memperjuangkan haknya,” ujar pria yang sudah berusia 75 tahun ini. (ron)