Budidaya Lobster, Pengusaha Asal Situbondo Ekspansi Vietnam
- 1 September 2024
- 0
SITUBONDO – Dalam Permen KKP Nomor 7 Tahun 2024 ada dua jenis Budi Daya Lobster, yakni Budi Daya Lobster di Dalam Negeri dan Budi Daya Lobster di Luar Negeri alias Ekspor BBL atau Benih Bening Lobster. Apa itu budi daya lobster di dalam negeri dan luar negeri nyaris mustahil.
Untuk di dalam begeri, pengusaha kawakan asal Situbondo mengurai satu persatu. Pertama, karena biaya mahal. Sebab, berbudi daya lobster dengan volume budi daya ratusan ribu ekor BBL apalagi jutaan ekor bbl perlu biaya ratusan miliar sampai triliunan. “Bisa murah kalau hanya memelihara lobster di bawah 50.000 Ekor BBL,” HRM. Khalilur R Abdullah Sahlawiy, Minggu, 01 September 2024.
Pria yang akrab disapa Jih Lilur ini melanjutkan, budidaya lobster memerlukan tempat khusus seperti teluk yang tidak berombak, tidak berarus, tidak surut parah. Sisanya, terjaga di kedalaman minimal delapan meter saat surut, tidak bergelombang, memiliki kedalaman di atas 10 Meter. “Terakhir memiliki tingkat keasinan tinggi,” imbuhnya.
Alasan ketiga, karena konsesi mahal, karena harus mesti perusahaan khusus, mesti membeli blok area alias bayar perizinan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut perhektar sebesar Rp18.860.000. Selanjutnya, harus proses perizinannya panjang dan rumit pada dua Dirjend di KKP seperti di Ditjend. PRL, Ditjend. Perikanan Budi Daya.
Keempat karena pengadaan pakan sulit karena pakan utama lobster adalah kerang, kepiting dicampur potongan ikan. Lalu bila berbudi daya besar maka harus mendatangkan pakan ini dari tempat yang jauh.
Untuk alasan kelima, ujar Jih Lilur, karena Belum ada budi daya Lobster di Indonesia di atas 100.000 ekor dan budi daya lobster yang ada baru pada skala kecil dan uji coba. Sedangkan berbudi daya lobster diluar negeri hanya bagasa ugal ugalan di Permen KKP Nomor 7 Tahun 2024.
“Berbudi daya lobster di luar negeri nyaris mustahil, karena mesti menjalin kerjasama dengan pembudi daya lobster luar negeri yang megaranya sudah bekerjasama dengan Indonesia seperti Vietnam yang melakukan Kerjasama dengan Indonesia. Pembudi daya Vietnam sebelum menandatangani Joint Venture dengan pembudi daya lobster Indonesia harus mendapatkan tiga surat keterangan dari MARD atau Ministry Agriculture and Rural Development / KKP Vietnam,” beber Jhi Lilur.
Baca Juga : Seribuan Peserta Ikuti Gerak Jalan Taring, Camat Sumber Wringin : Berdaya, Berbudaya
Masih kata Jih Lilur, lobster itu dengan volume alias jumlah tertentu karena bersedia berbudi daya di Indonesia setidaknya tiga tahun dengan menempatkan profesional ahli budi daya lobster. Sedangkan hal terakhir berbudi daya lobster di Indonesia selama tiga tahun inilah yang nyaris mustahil karena penyelundupan BBL dari Indonesia menuju Vietnam melewati Singapura tetap ramai dilakukan.
“Saya ingin betul-betul bermitra dengan nelayan pembudidaya lobster. Akhirnya saya harus bikin perusahaan di Vietnam. Saya bentuk tim kecil di Vietnam untuk memetakan pembudi daya besar lobster yang bisa saya ajak bekerjasama melakukan join venture sesuai Aturan Permen KKP No. 7 Thn 2024,”bebernya.
Tim kecil bentukan Jih Lilur di Vietnam sudah memperoleh kesanggupan bermitra dengan Pola joint venture sesuai Permen KKP No. 7 Thn 2024. Pada TRIP kali ini Jih Lilur berhasil membuat MoU menuju JV bersama 11 perusahaan pembudi daya lobster yang betul-betul punya teluk berbudi daya lobster di Vietnam.
“Lima bulan saya merintis hal ini dengan memerlukan kerja keras, kerja cerdas, semangat pantang menyerah, kepemimpinan dan bahkan keberanian.
Pada akhirnya, jadwal ternyata harus berubah dari rencana penandatanganan JV di Indonesia pada Agustus mundur menjadi September dan budi daya di dalam negeri serta luar negeri baru akan dilakukan Awal Oktober dan Akhir Oktober,” tegas Jih Lilur. (Ozi)