Angka Stunting Di Bondowoso Berhasil Turun
- 24 March 2021
- 0
BONDOWOSO – Berdasarkan data hasil bulan timbang per bulan Agustus 2020, angka stunting di Bondowoso berada pada angka 12,3 persen. Angka tersebut turun dibanding sebelumnya pada 2018, yakni 38 persen berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).
Bupati Bondowoso KH. Salwa Arifin mengungkapkan, hal itu menunjukkan adanya penurunan pravelensi stunting sebesar 18,4 %. Bupati Salwa menyampaikan bahwa prevalensi stunting di Bondowoso sudah menunjukkan penurunan yang sangat signifikan.
“Yaitu 4 persen dari target yang di tentukan dalam setahun, yaitu sebesar 10,66 persen dalam 2 tahun (2019-2020-Red),”kata Bupati Salwa saat menyampaikan sambutannya di acara Rembuk Stunting di Pendopo Bupati, Rabu (24/3).
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Bondowoso, dr. Moh Imron menerangkan, dengan penurunan angka tersebut, maka peringkat Bondowoso sebagai wilayah tertinggi angka stunting di Jawa Timur juga turun.
“Kalau sampai tahun 2022 kita masih 4 atau 5 tertinggi di Jatim kalau pakai data Riskesdas. Tapi kalau data bulan timbang, kita nomor 7 atau 8,” ucap Imron.
Dijelaskan Imron, sejak 2018 lalu Kabupaten Bondowoso masuk dalam 100 lokasi fokus dalam penanganan stunting karena jumlah penderitanya sangat tinggi. ” Pada saat itu sekitar 38,2 persen,” lanjutnya.
Baca Juga : Dispendikbud Situbondo Targetkan Kenaikan Insentif Guru Ngaji Cair Ramadan
Sejak saat itu, Pemkab Bondowoso bekerja keras untuk menurunkan angka stunting tiap tahunnya melalui program pencegahan dan penanggulangan. Bukan hanya tanggung jawab Dinkes, namun beberapa OPD terkait juga bertanggung jawab secara keseluruhan.
” Kita ingin ada komitmen dari semua pihak stakeholder. Karena ini keterlibatan semua pihak. Termasuk sampai pemanfaatan alokasi Dana Desa,” bebernya.
Ke depan, tepatnya pada tahun 2022 nanti pihaknya telah menganalisa 17 desa yang menjadi lokasi fokus penangangan stunting.
Untuk terus menurunkan angka stunting, masyarakat diimbau untuk pro aktif membantu program pemerintah. Bagi balita yang diketahui kekurangan gizi, maka wajib diberikan pemberian makanan tambahan (PMT) yang cukup.
” Ketika ada kasus balita stunting di desa, maka peran dari pemerintah desa dengan anggaran desa itu apa,” pungkasnya.
Untuk diketahui, hasil bulan timbang dan Riskesdas merupakan acuan dalam memantau pergerakan angka stunting di Indonesia.
Keduanya memiliki perbedaan. Hasil bulan timbang dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun, yakni Februari dan Agustus. Sementara Riskesdas merupakan riset kesehatan yang diikuti secara nasional. (abr)