Share

BONDOWOSO – Pemerintah Kabupaten Bondowoso menginisiasi Gerakan Kesetaraan Berbasis Desa atau dikenal dengan Getar Desa sejak Juli 2017. Gerakan ini dibuat untuk meningkatkan angka rata-rata lama sekolah kota tape ini yang masih sangat kecil, yakni 5,6 per tahun. Gerakan ini menargetkan masyarakat Bondowoso yang berusia produktif, antara 25 – 45 tahun, yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD), SMP, dan SMA.

Sejak pertama kali dilaunching pada 17Juli 2017 (sekitar 3 bulan berjalan), gerakan ini masih belum direalisasikan di semua desa dan kelurahan di kabupaten yang dikenal dengan Bondowoso Republik Kopi ini. Ada 43 desa, delapan kelurahan serta dua kecamatan yang belum menerapkan Getar Desa.

Endang Hardiyanti, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, saat menyampaikan laporan dalam acara Rapat Koordinasi Getar Desa, di Pedopo Bupati, Senin (23/10), menjelaskan, berdasarkan data dari TNP2K, di seluruh kabupaten, jumlah warga belajar yang belum tamat sekolah yakni 116.460. Namun setelah dialkukan verifikasi dan validasi oleh tim Getar Desa, jumlahnya berkisar di angka 23.714 orang.

“Dari jumlah ini yang kemudian jadi garapan kejar pkaet A,B,C,” jelasnya di hadapan 500 udangan yang teridiri dari Kepala Desa, Camat serta insntansi terkait.

Ia menjelaskan setelah dilakukan upaya, beberapa warga belajar yang siap untuk mengikuti sampai dengan 23 Oktober 2017, yakni 15.666 orang warga belajar. Ini yang sudah ada di dalam kelompok belajar. Ada pun rinciannya, yakni warga belajar kejar paket A (1.741), paket B (8.988), dan paket C (4.944).

 

Baca Juga : Pilbup Bondowoso, Nyai Makki : Bupati itu Dhafir

 

Rencananya, kata Endang, dalam kegiatan belajar mengajar Getar Desa akan diintegrasikan dengan kegiatan vokasi yang disesuaikan dengan potensi lokal. Di antaranya klaster pengolahan kopi, klaster pengolahan tempe dan tahu kripik, pengolahan dodol dan selai. Kemudian juga ada klaster pengolahan jamu bubuk instan, pengolahan jamur tiram, serta pengolahan bernyet atau besek.

“Jadi ini diharapkan nanti juga bisa menjadi sumber mata pencaharian,” pungkasnya.

Sementara itu Sekertaris Daerah Hidayat, ditemui awak media usai acara, menjelaskan desa-desa yang belum merealisasikan ini disebabkan karena mindset tentang lebih baik bekerja untuk memenuhi kebutuhan daripada sekolah, masih kuat di tengah masyarakat.

“Makanya strateginya gimana ya mungkin bisa dilaksanakan sore hari setelah pulang kerja. Tapi ya banyaklah kendalanya, tapi kita sebagai desa tidak boleh putus asa,” jelasnya.

Ia menargetkan seluruh desa bisa merealisasikan Getar Desa ini. Karena gerakan ini merupakan salah satu upaya untuk menanggalakan status Kabupaten Tertinggal.

“Saya target ini bisa terlaksana. Kenapa demikian? Saya ingin bisa meningkatkan angka rata-rata lama sekolah yang sementara ini baru 5,6. Padahal salah satu untuk keluar dari daerah tertinggal itu yakni pelayanan dasar harus ditingkatkan,” pungkasnya. (och)