Share

 

BONDOWOSO – Akses jamban di Bondowoso menjadi yang terendah di Jawa Timur. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Bondowoso, porsentase akses jamban yakni 56,69 persen dari 219 desa dengan jumlah KK (Kepala Keluarga) yakni 265.842. Dan jumlah jamban sehat permanen mencapai 96.996.

Sugiyanto, Humas Dinas Kesehatan Bondowoso, menerangkan, penyebab rendahnya akses jamban ini, lantaran habit dan mindset masyarakat yang lebih terbiasa memanfaatkan sungai untuk BAB (Buang Air Bersih). Kondisi ini mayoritas banyak terjadi di kawasan pedesaan. Sementara, di kawasan kota masih terjadi pembuatan sepiteng yang pembuangan akhirnya juga masih ke sungai.

“Terutama desa-desa yang ada aliran sungai. Termasuk di kota-kota pun yang ada aliran sungai, jadi jambannya di rumah tapi penampungannya, sepitengnya itu di sungai. Jadi ya sama aja,”terangnya.

Selama ini pihaknya telah melakukan berbagai upaya dengan menyampaikan sosialisasi kepada masyarakat tentang STBM (Sanitasi Tetap Berbasis Masyarakat). Belum lagi, pemberian bantuan pembuatan jamban di seluruh desa, melalui CSR, PKK, dan lain-lainnya.

Ia menerangkan dengan rendahnya akses jamban ini maka dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat, yakni rentan terserang penyakit yang disebabkan oleh lingkungan. Belum lagi, juga rendahnya akses jamban ini menjadi salah satu faktor terjadinya stunting.

“Jamban itu kan masuk indikator sanitasi dasar. Antara lain kalau warga pengen sehat, supaya tidak sakit diare, tidak cacingan, salah satunya wajib punya jamban. Itu salah satu unsur yang harus dipunya ketika salah satu dari beberapa hal, untuk mengeliminasi penyakit yang disebabkan oleh lingkungan,” ungkapnya.

Senada disampaikan oleh, Sri Mulyanlti, Ketua Pokja IV, PKK Kabupaten Bondowoso, menangani program jamban.

Ia menerangkan jika dilihat dari PHBS(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dengan 10 indikator, disebutkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan tingginya angka stunting di Bondowoso. Yakni adalah jamban, ASI Eksklusif, dan merokok di dalam rumah.

Jadi karena itulah, pihaknya selama ini terus bersinergi dengan Dinkes dan Bank Jatim, serta Pamsimas, untuk memberikan bantuan pembuatan jamban mulai 2015 hingga 2017. Bahkan pada 2018 pihaknya melakukan pembinaan ke desa-desa untuk bisa memantau masyarakat agar tidak buang air besar sembarangan.

“Penyebabnya karena kebiasaan mereka. Utamanya desa-desa yang dialiri dengan sungai, itu sangat sulit sekali untuk merubah yang sudah kita bangun pun kadang mereka berpikir enakan di sungai,” ungkapnya.(och)