Share

Oleh : Ady Kriesna

Di tengah badai label sebagai daerah tertinggal, angka pengangguran yang relatif tinggi, kesejahteraan petani yang buram, pelayanan dasar yang kurang, problem kemiskinan yang tak kunjung berujung dan lain sebagainya, pembangunan di Kabupaten Bondowoso terus menggeliat dari hari ke hari. Setidaknya upaya keluar dari label daerah tertinggal terpampang jelas dan terukur dari kebijakan dan program pemerintah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) makin meningkat, prestasi dan penghargaan di berbagai bidang berhasil di raih, fokus pembangunan pada sektor pertanian organik telah membanggakan dan upaya di sektor perkebunan kopi serta pariwisata mulai menemukan jalan terang.  Geliat pembangunan ini patut mendapatkan apresiasi dengan turut mendukung dan berperan sesuai kapasitas masing-masing stakeholders.

Semua daya dan upaya pembangunan merupakan wujud dari visi terwujudnya Bondowoso Beriman, Berdaya dan Bermartabat. Selama hampir 10 tahun visi ini dijalankan dengan penuh konsistensi. Dan di akhir perjalanannya masyarakat akan memetik buah dari visi yang di maksud. Buah pembangunan tersebut akan menjadi legacy (warisan) dari Bupati Amin Said Husni yang bekerja selama dua periode kepemimpinannya.

Kini, diujung perjalanan visi Beriman, Berdaya dan Bermartabat, seperti apapun buah yang akan dipetik, seyogyanya kita perlu menakar kembali atau melakukan rethinking (mimikirkan kembali) Bondowoso kedepan. Bondowoso yang lebih baik, lebih maju, makin berdaya dan tegak bermartabat.

Setahun sebelum Pilkada Bupati 2018 merupakan waktu yang pendek untuk secara serius menggagas Bondowoso kedepan. Bukan semata-mata hanya memikirkan siapa penerus tongkat estafet kepemimpinan, melainkan merancang rel pembangunan dari berbagai sektor.

Tanggungjawab ini tidak hanya dimiliki oleh calon Bupati/Wakil Bupati, melainkan tugas kita semua, seluruh insan pembangunan. Justru akan menjadi ironi jika magnet politik Pilkada mengubur ide dan gagasan pembangunan yang seharusnya menjadi way of life masyarakat Kota Tape.

Di akhir perjalanannya, pemerintahan Amin Said Husni selayaknya menyiapkan ruang pembangunan yang memadai agar transisi kepemimpinan tidak mengganggu arus pembangunan. Partai politik seharusnya meng-created koalisi atau dukungan kepada calon Bupati/Wakil Bupati berdasarkan ide dan gagasan pembangunan. Ormas, akademisi, LSM, Pers dan stakeholders lainnya seyogyanya berdiskusi merancang blue print pembangunan Bondowoso kedepan.

Seluruh lapisan masyarakat perlu bersatu padu menggagas Bondowoso yang lebih baik. Karena hanya dengan begitu kesepemahaman bersama akan terjalin, common platform benar-benar lahir dari bawah dan akhirnya tanggungjawab akan dipikul bersama-sama pula.

Sehingga siapa pun pemimpin yang terpilih pada Pilkada 2018 akan mempunyai landasan idiil pembangunan lokal. Dus, mengingat design pembangunan hasil kreasi dari bawah, daya dukung masyarakat terhadap pemimpin yang akan datang menjadi lebih kuat. Inilah intisari dari statement (alm) Nurcholis Madjid: “jangan serahkan nasibmu pada niat baik seseorang, tapi serahkanlah pada sistem yang baik”.

Sektor-sektor yang sudah digarap oleh pemerintahan saat ini dan geliat kemajuan yang ada didalamnya adalah starting point yang dapat dijadikan rujukan dalam menggagas Bondowoso kedepan. Tentu saja semuanya berangkat dari potensi atau kekayaan yang dimiliki. Darimana, kemana dan bagaimana adalah kata kuncinya. Tinggal kesiapan kita semua untuk merancangnya.

Boleh saja kita membanding-bandingkan dengan kota-kota sekitar. Namun kita tak perlu menyamakan dengan geliat pembangunan kota-kota tetangga. Karena Bondowoso punya potensi, kultur dan etos sendiri (local potention). Kita hanya perlu belajar dari mereka dan selanjutnya berani melakukan lompatan-lompatan besar, bahkan melebihi mereka.

Daya lokal harus di olah menjadi kekuatan nasional. Potensi daerah mesti digarap menjadi kekayaan nusantara.

Kita harus menjawab tantangan bangsa. Menyiapkan kebutuhan nasional dengan potensi lokal yang ada. Bukan sekedar mengelola daya lokal untuk pasar daerah. Tidak saja memasok kebutuhan masyarakat Bondowoso, melainkan memenuhi yang dibutuhkan Indonesia.

Berfikir besar seperti itu akan melahirkan ide-ide besar. Jalan pembangunan yang dirancangpun akan besar pula. Sehingga akan melahirkan orang-orang yang berjiwa besar.

Maka stigma Bondowoso Kota Pensiun tidak akan melenakan masyarakatnya. Tidak lagi menjadi suggested rendahnya kualitas dan produktifitas rakyatnya.

ltulah yang dimaksud lompatan-lompatan besar. Yakni mampu keluar dari zona aman dan nyaman pada satu sisi dan siap sepenuh jiwa raga menghadapi tantangan yang baru pada sisi lain.

Kita punya pertanian organik yang diakui dunia, memiliki kluster kopi dengan taste local speciality-juara nasional, mempunyai stonehenge layaknya Inggris, gunung Ijen yang menjadi kekayaan nusantara, makanan khas “tape” yang terkenal di berbagai kota besar dan sederet potensi lainnya.

Sejatinya kita juga punya SDM yang memadai. Prestasi siswa-siswi kita di semua jenjang pendidikan menjanjikan, mahasiswa Bondowoso banyak yang diterima di PTN, progresifitas OKP meningkat, BUMDes-BUMDes mulai unjuk gigi, masyarakat pedesaan sudah melek informasi dan tak lama lagi Bondowoso akan ditempati kampus negri.

Semuanya adalah potensi yang harus dikelola tidak saja dengan serius dan benar melainkan juga dengan pikiran dan ide besar. Seberapapun kecilnya potensi yang dimiliki jika dipandang dari fikiran yang besar, akan menghasilkan produk yang besar pula. Sebaliknya, seberapapun kayanya jika dilihat dari pikiran dan jiwa yang miskin maka akan menghadilkan out put yang rendah kualitas. Apalagi kita punya potensi yang besar, memiliki kekayaan yang luar biasa. Maka sudah selayaknya kita kelola dengan pikiran yang besar pula.

Tentu saja jalan ini tidak cukup ditempuh dalam lima tahun. Tidak dapat dijalankan hanya dengan satu periode kepemimpinan. Tetapi harus dalam dekade tertentu. Paling tidak kita sudah bisa meraba dimana dan seperti apa Bondowoso pada saat Indonesia mencapai generasi emasnya, yakni tahun 2045. Waktu yang cukup panjang dan pasti melelahkan. “Pembangunan adalah perjuangan yang sengit”, kata Soeharto, sang Bapak Pembangunan Indonesia.

*Penulis adalah Sekretaris Partai Golkar Bondowoso